Sebenarnya, BPOM sudah menerbitkan Peraturan BPOM No 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan Secara Daring. Dalam regulasi ini, BPOM mengatur beberapa hal mengenai makanan olahan yang diperdagangkan secara daring, termasuk proses pengantarannya.
Peraturan BPOM No 8 Tahun 2020 Pasal 18:
Pasal 19:
|
David menyebut Peraturan BPOM 8/2020 sudah cukup ideal dalam mengatur jasa pesan antar makanan daring, namun dalam praktiknya beberapa hal dalam regulasi ini masih dilanggar. Misalnya, driver pengantar orang dan sekaligus sebagai jasa pengantar makanan, membawa makanan tanpa wadah tertutup.
“Harusnya driver-driver ini punya semacam tas atau kotak atau wadah tertutup untuk membawa makanan yang dipesan konsumen. Tapi nyatanya wadah itu tidak ada, dan memang tidak mungkin driver yang sekaligus membawa orang, harus membawa wadah tertutup. Ini yang menjadi masalah,” jelas David.
Untuk itu, David menilai seharusnya pihak ketiga sebagai jasa pengantar makanan daring memisahkan layanan pengantaran orang, pengantaran barang non makanan, dan pengantaran makanan olahan. Ia juga meminta pihak terkait termasuk BPOM untuk melakukan pengawasan seperti inspeksi mendadak atau pengecekan secara berkala terhadap produsen makanan daring, terutama UMKM.
“’Kan UMKM juga banyak di jasa pesan antar daring ini. BPOM harusnya cek bagaimana kondisi tempat menjual, misalnya harus dipastikan gerobaknya tertutup kaca dan sebagainya untuk menjamin makanan itu higienis,” tambahnya.
Sebelumnya, Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Amanta, mengatakan pertumbuhan layanan pesan antar makanan daring perlu diikuti oleh regulasi keamanan pangan yang memadai. Layanan pesan antar makanan memberikan pilihan dan kenyamanan bagi konsumen. Namun di saat yang bersamaan, konsumen seakan melepaskan haknya untuk memeriksa dan mengetahui bagaimana pangan yang ia konsumsi dipersiapkan dan dikemas karena hal ini diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu pihak pengirim.