Dirjen HPI Kemenlu: Resolusi DK PBB Mengikat Hukum Nasional Indonesia
Berita

Dirjen HPI Kemenlu: Resolusi DK PBB Mengikat Hukum Nasional Indonesia

Agar penerapan hukum internasional mengikat hukum nasional butuh payung hukum komprehensif. Terutama pelaksanaan berbagai Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Atas dasar itu, pengaturan komprehensif dalam sistem hukum nasional untuk pelaksanaan kewajiban internasional Indonesia ini jadi sangat mendesak. Oleh karena itu menurut Damos perlu payung hukum khusus untuk melaksanakan beragam Resolusi DK PBB. “Bagaimana kita secara good faith melaksanakan keputusan internasional yang mengikat kita. Bukan hanya untuk UN, termasuk ICC, WTO, dan lain-lain,” jelasnya.

 

Damos mengatakan bahwa kepentingan nasional harus diperjuangkan dalam proses pembuatan norma hukum internasional. “Ini seperti waktu kita pacaran, di situ kita bicara kepentingan. Bicara untung ruginya di situ deh. Tapi kalau udah kawin, nggak boleh lagi dong,” Damos berseloroh.

 

(Baca Juga: Dua Peluang Kekayaan Intelektual Indonesia di Era Kompetisi Global)

 

Namun saat norma hukum internasional telah terbentuk, harus dipatuhi sebagai konsekuensi Indonesia ikut menjadi anggota. Jika tidak, semua negara akan ngotot untuk saling bertahan dengan kepentingan masing-masing. “Kepentingan nasional harus berakhir pada saat norma (hukum internasional-red.) itu sudah disetujui bersama,” katanya.

 

Penolakan terhadap berbagai Resolusi DK PBB, menurutnya, akan bertentangan dengan konsekuensi bergabung dalam keanggotaan PBB. Terlebih lagi saat ini Indonesia menjadi bagian dari anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020. Sebelumnya Indonesia pernah terpilih bergabung di Dewan Keamanan PBB pada periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.

 

“Kalau nggak, cerai dulu kita, masak menolak melaksanakan tapi masuk dalam PBB? Ngapain kawin kalau masih melirik-lirik yang lain,” kata Damos menutup penjelasannya.

 

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi yang ikut hadir juga memberikan pandangannya dalam diskusi terarah tersebut. Menurut Suhadi, pertimbangan yang diajukan oleh Kemenlu agar dibuat payung hukum bagi pelaksanaan kewajiban internasional Indonesia sudah tepat. Terutama untuk pelaksanaan berbagai Resolusi DK PBB.

 

Suhadi menjelaskan bahwa asas legalitas dalam hukum nasional harus dipenuhi sekalipun dalam rangka melaksanakan kewajiban internasional. Artinya perlu ada produk peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini. “Kita menganut asas legalitas, bahwa harus ada dasar hukumnya,” kata Suhadi saat diwawancarai hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait