Dirut Duduk di Kursi Terdakwa, Pengadilan Tipikor Hukum Korporasi
Berita

Dirut Duduk di Kursi Terdakwa, Pengadilan Tipikor Hukum Korporasi

KPK berharap sanksi tambahan diperkuat agar bisa memberi efek jera.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjerat korporasi yang terlibat kasus korupsi mulai memperlihatkan hasil. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum PT Nusa Konstruksi Enjiniring membayar denda Rp700 juta dan uang pengganti Rp85,49 miliar. Selain itu, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak terdakwa mengikuti lelang di instansi pemerintah selama enam bulan.

 

PT Nusa Konstruksi Enjiniring adalah salah satu perseroan yang diseret KPK dalam rangka penegakan hukum tindak pidana korporasi. Perusahaan ini adalah nama pengganti dari PT Duta Graha Indah. KPK dan aparat penegak hukum lain sudah lama mengungkapkan komitmen untuk menjerat korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menghargai putusan ini. KPK akan mempelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim dalam memutus jumlah denda dan uang pengganti dalam perkara tersebut. KPK akan menggunakan waktu selama 7 hari untuk memutuskan langkah selanjutnya. Putusan tersebut dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta, (Kamis, 03/1) lalu.

 

(Baca juga: Pengendali Perseroan Bisa Dimintai Tanggung Jawab Pidana)

 

Namun menurut Febri ada satu hal yang dipandang penting terkait dengan penjatuhan sanksi pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah. Pidana tambahan terhadap korporasi seperti ini diharapkan bisa diterapkan secara lebih kuat ke depan dan konsisten agar lebih memberikan efek jera bagi korporasi untuk melakukan korupsi.

 

Khusus untuk pidana tambahan ia menyebut hal ini merupakan pembangunan hukum dalam kasus korupsi yang melibatkan korporasi. Selain itu dijatuhkannya pidana tambahan tersebut bisa menjadi acuan KPK ke depan dalam menangani kasus korupsi korporasi. "Poin yang juga penting diperhatikan adalah pidana tambahan yang diharapkan bisa jadi preseden ke depan. Pembangunan hukum melalui putusan pengadilan seperti ini juga pernah terjadi ketika pidana pencabutan hak politik terhadap politisi yang korupsi," ujar Febri dalam keterangannya Kamis (3/1).

 

Selain NKE diketahui ada tiga perusahaan lain yang kini menunggu giliran untuk diadili yaitu PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati dan PT Putra Ramadhan. Perusahaan-perusahaan tersebut saat ini masih dalam proses penyidikan.

 

PT NKE dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tags:

Berita Terkait