Disepakati, Kerugian Hedging BUMN Bukan Kerugian Negara
Berita

Disepakati, Kerugian Hedging BUMN Bukan Kerugian Negara

Asalkan transaksi hedging dilakukan dengan konsisten, konsekuen dan akuntabel sesuai perundang-undangan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP
Rapat koordinasi (rakor) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Deputi Penindakan KPK serta Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai transaksi lindung nilai (hedging) menyepakati bahwa biaya dalam hedging yang berujung merugi bukanlah kerugian negara.

Hal itu diutarakan oleh Ketua Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Treesna W Suparyono saat berbincang dengan media di Jakarta, Kamis (19/6). Menurutnya, rakor mengenai hedging ini dilakukan lantaran pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh perusahaan BUMN masih sangat rendah. Bahkan, BI mencatat, dari ratusan perusahaan, baru dua perusahaan BUMN yang telah melakukan transaksi hedging. Rendahnya transaksi hedging oleh perusahaan BUMN lantaran terdapat kekhawatiran terjadi kerugian negara jika dalam transaksi tersebut merugi.

“Pelaksanaan hedging masih dikhawatirkan oleh BUMN terkait kemungkinan rugi dianggap kerugian negara,” kata Treesna.

Ia mengatakan, rakor kali ini dilakukan agar ada pemahaman yang sama dari pemerintah, aparat penegak hukum dan auditor mengenai kerugian yang terjadi dalam transaksi hedging. Menurut Treesna, transaksi hedging dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memitigasi risiko nilai tukar yang bisa kapan saja terjadi. Atas dasar itu, adanya transaksi hedging dapat memberikan kepastian dalam nilai tukar tersebut.

Dari data yang ada di BI, transaksi valuta asing (valas) Indonesia termasuk yang terendah di negara-negara kawasan. Bahkan, transaksi valas di Indonesia hanya sebesar AS$5 miliar per hari. Angka ini jauh dari negara tetangga seperti Singapura yang transaksi valasnya bisa sebesar AS$300 miliar per hari. “Pasal valas kita tipis,” katanya.

Dari jumlah transaksi itu, 70 persen di antaranya dibeli secara langsung (spot). Sedangkan 20 persen dibeli dengan cara swap dan sisanya 10 persen dibeli dengan cara forward dan option. Menurutnya, jika transaksi hedging dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN, BUMD dan pemerintah, maka dapat meningkatkan pasar valas di Indonesia.

Atas dasar itu, rakor menyepakati bahwa transaksi hedging diperlukan. Jika terjadi kerugian dalam transaksi hedging, maka rakor bersepakat bahwa hal tersebut bukanlah kerugian negara sepanjang transaksi tersebut dilaksanakan dengan konsisten, konsekuen dan akuntabel sesuai perundang-undangan.

Rakor juga sepakat, jika terjadi kerugian dalam transaksi hedging, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh APBN di tahun berjalan. Atas dasar itu pula, rakor berencana akan membentuk tim teknis yang terdiri dari instansi yang hadir dalam rakor, dan bertugas untuk mereview ketentuan mengenai hedging hingga memperjelas aturan pelaksananya dan melakukan sosialisasi. Tim ini nantinya yang menyusun apakah klausul kerugian hedging bukan kerugian negara dimasukkan ke dalam sebuah aturan atau tidak.

Sebagaimana dikutip laman BPK, Ketua BPK Rizal Djalil menegaskan bahwa rakor ini bertujuan menyamakan sudut pandang terhadap transaksi lindung nilai utang pemerintah dan kewajiban valas BUMN khususnya terkait kerugian yang timbul akibat selisih kurs dalam pelaksanaan hedging, serta mendorong adanya kebijakan pencegahan kecurangan sebagai akibat dari implementasi transaksi lindung nilai utang pemerintah. Rakor menilai, dalam tiap transaksi hedging, terdapat konsekuensi biaya.

Sepanjang transaksi dilakukan dengan konsisten, konsekuen, dan akuntabel sesuai perundang-undangan, maka biaya itu bukan merupakan kerugian negara. “Rapat juga menghasilkan, bahwa implementasi kebijakan lindung nilai diharapkan membuat pembayaran utang luar negeri tidak terganggu oleh pelemahan rupiah terhadap mata uang asing. Namun, implementasi ini juga bisa menimbulkan kerugian karena selisih kurs walaupun nilainya tidak sebesar jika tanpa dilakukan hedging,” kata Rizal.

Dalam rapat juga dibahas bahwa regulasi sudah ada namun ada potensi tumpang tindih. Menurut Rizal Djalil, dibutuhkan review regulasi sehingga rapat koordinasi ini menyepakati pembentukan tim teknis untuk melakukan review ketentuan dan memperjelas aturan pelaksanaannya serta melakukan sosialisasi.
Tags:

Berita Terkait