Disetujui Jadi UU, Pengelolaan Keuangan Haji Dilaksanakan BPKH
Berita

Disetujui Jadi UU, Pengelolaan Keuangan Haji Dilaksanakan BPKH

Ada tanggungjawab renteng antara anggota BPKH dengan dewan pengawas jika terjadi kesalahan maupun kelalaian dalam pengelolaannya.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Rapat paripurna yang menyetujui RUU Pengelolaan Keuangan Haji, Senin (29/9). Foto: RES.
Rapat paripurna yang menyetujui RUU Pengelolaan Keuangan Haji, Senin (29/9). Foto: RES.

RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji resmi disetujui menjadi UU dalam rapat paripurna DPR, Senin (29/9) malam. Boleh jadi,  ini kabar gembira bagi umat muslim yang akan melaksanakan ibadah haji ke Mekah, Arab Saudi. Ke depan, pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan ibadah haji diharapkan dapat sistematis dan menjadi lebih baik dari periode sebelumnya.

“Alhamdulillah RUU ini disahkan menjadi UU,” ujar pimpinan rapat paripurna, Sohibul Iman usai mengetuk palu sidang tanda disahkannya RUU tersebut menjadi UU di Gedung DPR.

Ketua Komisi VIII Ida Fauziyah dalam laporan akhirnya mengatakan, pembentukan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji disebabkan meningkatnya jumlah umat islam yang melaksanakan rukun islam yang kelima, sementara kuota haji yang tersedia terbatas. Kondisi tersebut menimbulkan terjadinya peningkatan jumlah haji tunggu. Bahkan, terjadi penumpukan dana jemaah haji dalam jumlah besar.

Menurutnya, akumulasi dana jemaah haji memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai manfaatnya, sehingga dapat digunakan dalam mendukung penyelenggaraan haji yang berkualitas. Dengan catatan, pengelolaan keuangan haji dilakukan secara efektif, efisien, tranparan dan akuntabel. Dalam RUU tersebut, pengelolaan keuangan haji diatur berdasarkan prinsip syariah kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan, RUU tersebut memberikan terobosan dengan pembuatan virtual account bagi jemaah haji. Hal itu dilakukan agar dapat memonitor perkembangan besaran nilai manfaat masing-masing secara berkala. Namun, koata Ida, saldo setoran Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) maupun khusus tidak dapat diambil.

“Kecuali apabila calon jemaah haji membatalkan porsinya, juga jemaah mendapatkan pengembalian selisih setoran saldo dari penetapan BPIH maupun khusus pada tahun berjalan,” ujarnya.

Selain itu, pengelolaan haji dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Menurutnya, BPKH merupakan badan pengelola yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada presiden melalui menteri. BPKH, nantinya berkedudukan dan berkantor di ibukota dan memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi, kantor cabang di kabupaten/kota.

“Organ BPKH terdiri dari atas Badan pelaksana dan Dewan Pengawas,” ujarnya.

Dalam investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan lainnya, serta dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan pertimbangan keamanan dan nilai manfaat.

Dikatakan Ida, RUU tersebut mengatur tanggungjawab renteng anggota BPKH dan dewan pengawas terhadap kerugian atas penempatan dan atau investasi keuangan haji yang timbul atas kesalahan maupun kelalaian dalam pengelolaanya.

“Pengawasan terhadap BPKH dilakukan secara eksternal dan internal. Internal dilakukan oleh dewan pengawas dan eksternal oleh DPR berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Mewakili pemerintah, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin mengatakan, UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi payung hukum dalam pengelolaan pembiayaan haji. Dia menilai masih terjadi berbagai kekurangan dalam  pengelolaan keuangan haji secara khusus.

“Memang Kementerian Agama berwenang mengelola keuangan haji, tetapi tidak ada payung hukumnya,” ujarnya.

Amir berpendapat kewenangan penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan haji harus terintegrasi satu sama lain. Mengingat ibadah haji merupakan rukun islam kelima,  sudah sepatutnya pengelolaan keuangan haji harus dikelola sesuai syariah islam.

“Pengelolaan keuangan haji butuh payung hukum yang kuat dan jelas,” ujarnya.

Menurut Amir, dengan payungg hukum yang kuat dan jelas, setidaknya akan terjaga nilai kemanfaatan dan tingkat keamanan dana haji milik umat. RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang telah disetujui menjadi UU akan menjadi payung hukum yang mengedepankan aspek syariah, kemanfaatan, dan nilai kehati-hatian dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Ia mengatakan BPKH harus transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan jamaah haji. Selama ini, kata Amir, kelembagaan dalam pengelolaan keuangan ibadah haji yang dilakukan Kemenag belum optimal. Oleh sebab itu, perlu dibuat kebijakan dalam rangka mengedepankan transparan dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip syariah.

“Kami sangat mendorong ketentuan tersebut,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait