Diskusi di Kampus UI: Wujudkan Pancasila dalam Produk Hukum dan Perilaku Pemimpin
Berita

Diskusi di Kampus UI: Wujudkan Pancasila dalam Produk Hukum dan Perilaku Pemimpin

Jangan sekadar wacana, indoktrinasi, dan mengulangi kesalahan Orde Baru.

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Diskusi mengenai Pancasila di kampus UI, Jum'at (02/6). Foto: EDWIN
Diskusi mengenai Pancasila di kampus UI, Jum'at (02/6). Foto: EDWIN
Perpres No. 54 Tahun 2017 tentang Pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 19 Mei 2017 mendapatkan sejumlah tanggapan mengenai fungsi dan perannya. Kekhawatiran program pembinaan ideologi Pancasila yang diatur dengan Prepres akan mengulang kembali pola Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) muncul di berbagai kalangan. Sebabnya, BP7 di era Orde Baru berperan penting mengadakan kursus-kursus Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dinilai tidak berhasil menanamkan hakikat nilai Pancasila pada masyarakat bahkan lebih menjadi alat politik otoriter Orde Baru.

Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochtar Pabottinggi, menilai wacana penguatan ideologi Pancasila tidak bisa lagi menggunakan pendekatan doktrinasi gagasan seperti di masa Orde Baru. Menurutnya yang lebih penting adalah contoh konkret dari para pejabat negara dalam wujud perilaku, kebijakan, dan produk perundangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

“Untuk apa itu lagi, itu, langsung saja, bagaimana semua departemen (Kementerian dan aparat penyelenggara negara) mengoperasionalkan  Pancasila, itu saja kuncinya,” tegasnya.

Mochtar menilai pembentukan lembaga khusus pembinaan ideologi Pancasila hanya akan mengulangi kegagalan Orde Baru dalam membina konsep Pancasila dalam kehidupan bernegara. Yang menjadi permasalahan mendasar adalah operasionalisasi Pancasila dalam berbagai kebijakan-kebijakan publik dan produk hukum, bukan lagi pada diskursus dan wacana.

“Sama saja dengan mengulangi Orde Baru, itu kosong melompong, hampa, nggak ada gunanya itu. Wujudkan Pancasila dalam undang-undang, dalam kebijaksanaan, dalam Perda. Jangan anak muda dicekoki lagi dengan model-model P4 itu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Mochtar menggugat penyelenggara negara untuk menjadi role model bagaimana Pancasila diwujudkan dalam keseharian terutama saat menjalankan tugas-tugas kenegaraan. Ia mengkritisi gaya hidup mewah yang banyak ditunjukkan pejabat negara saat kesenjangan kesejahteraan di masyarakat masih begitu jauh. “Penyelenggara negara harus mengamalkan Pancasila, mengoperasionalkan Pancasila lebih dulu, terutama DPR, membikin undang-undang itu harus dengan jiwa Pancasila,” katanya kepada hukumonline usai diskusi publik Ikatan Alumni (ILUNI) UI berjudul “Pancasila: Tantangan dan Penantangnya di era Milenial” di Jakarta, Jumat (02/6).

Mochtar menilai sepanjang reformasi belum ada undang-undang yang sepenuhnya bersemangat Pancasila. Proses legislasi di DPR dinilai lebih berpihak pada oligarki dan kepentingan elit, bukan kepentingan bangsa.

Sependapat dengan Mochtar, peneliti senior Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) FH UI, Ananda B. Kusuma mengatakan urgensi pemahaman dan perwujudan nilai-nilai Pancasila justru harus dimulai dari penyelenggara negara. “Yang perlu paham Pancasila itu ya para penyelenggara negara. Kok mohon maaf ini, apakah para penyelenggara (negara) kita benar-benar paham?,” kata pria kelahiran tahun 1935 itu. (Baca juga: Peneliti Sejarah Konstitusi UI Sebut Hari Lahir Pancasila Bukan 1 Juni).

Pria yang juga peneliti di Lembaga Pengkajian MPR RI itu memberi contoh kebijakan ekonomi saat ini jauh dari nilai Pancasila karena terlalu banyak membuat utang luar negeri.

Pandangan Ananda B Kusuma diamini Andy Azizi Amin, Ketua ILUNI UI Bidang Ekonomi. Menurut dia, kini ada kesenjangan kesejahteraan yang jauh di masyarakat. Kebijakan ekonomi Pemerintah lebih menguntungkan elit ekonomi kelompok tertentu ketimbang memeratakan kesejahteraan pada seluruh lapisan masyarakat. “Tidak mencerminkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” katanya.

Mantan Panglima TNI, Moeldoko, memuji langkah Presiden yang membuat lembaga khusus dengan Perpres untuk menguatkan ideologi Pancasila. Namun, ia mengingatkan bahwa yang terpenting adalah kematangan konsep bagai langkah operasional yang tepat dan tidak mengulangi kesalahan yang terjadi di Pemerintahan terdahulu.

“Hanya sekarang bagaimana, how to operate-nya? Ini yang perlu dimatangkan dengan baik. Apakah harus menggunakan lembaga government, apakah NGO? Lebih fleksibel begitu,” katanya saat diwawancarai hukumonline. (Baca juga: Jelang Hari Lahir Pancasila, Sejumlah Advokat Nyatakan Sikap Siap Bela Pancasila).

Moeldoko juga mengingatkan agar segenap unsur masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kurikulum dan metode yang cocok serta menampung kearifan lokal Indonesia yang beragam. “Saya pikir memang  persoalan kita lebih dititikberatkan di situ ya, bagaimana penyelenggara itu menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh, itu yang jauh lebih penting,” katanya.

Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) adalah salah satu program Pemerintahan Orde Baru yang memasyarakatkan panduan P4 berdasarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa berisi penjabaran isi Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Saat ini produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.

Pada bagian Pertimbangan, Perpres No. 54 Tahun 2017 menyebutkan UKP-PIP dibentuk dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dengan melakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara. Tugas utama unit ini adalah membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. (Baca juga: Jokowi Teken Perpres Unit Kerja Pembinaan Ideologi Pancasila).

Adapun enam fungsinya adalah perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila; penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan road map pembinaan ideologi Pancasila; koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; pelaksanaan advokasi pembinaan ideologi Pancasila; pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; dan pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila.
Tags:

Berita Terkait