Diskusi Hukumonline 2022: Babak Baru dan Implementasi UU PDP
Utama

Diskusi Hukumonline 2022: Babak Baru dan Implementasi UU PDP

UU PDP bukan solusi semua hal, tapi UU PDP adalah cara dari pemerintah dan DPR membuat suatu konsep yang melindungi atau memadai.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Pelaksana Tugas Tata Kelola Direktur Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi. Foto: RES
Pelaksana Tugas Tata Kelola Direktur Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi. Foto: RES

Pengesahan Undang-Undang No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) menjadi babak baru dalam perkembangan pengaturan mengenai pelindungan data pribadi di Indonesia. UU PDP ini menjadikan Indonesia negara ke-5 di ASEAN setelah Singapura, Filipina, Malaysia dan Thailand yang memiliki peraturan mengenai pelindungan data pribadi.

Adanya pengesahan UU PDP ini memunculkan beberapa implikasi, seperti mengenai Pemrosesan Data Pribadi. Pemrosesan Data Pribadi menjadi salah satu pembahasan penting karena hampir semua pemangku kepentingan memproses data pribadi, baik data pribadi pelanggan, pengguna, maupun karyawan itu sendiri. Lalu, mengenai adanya transfer data ke luar negeri yang juga perlu menjadi perhatian khusus.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Hukumonline menyelenggarakan diskusi secara luring di Jakarta pada Kamis (3/11).

Baca Juga:

Materi yang dibahas dalam diskusi tersebut antara lain implementasi penerapan UU PDP, klasifikasi, delik, sanksi, dan ancaman pidana dalam UU PDP, kewenangan teknis dalam penerapan keamanan data pribadi pasca UU PDP, hak, kewajiban, peluang, dan mitigasi rsiko pasca-pengesahan UU PDP oleh pelaku usaha. 

Para pemateri dalam diskusi ini adalah Pelaksana Tugas Tata Kelola Direktur Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi, Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung, Narendra Jatna, Koordinator Perundang-undangan Direktorat Strategi Keamanan Siber dan Sandi Deputi Bidang Strategi dan Kebijakan Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Ferry Indrawan, serta Pendiri dan Pengurus Asosiasi Praktisi Pelindungan Data Indonesia (APPDI), Danny Kobrata.

“Memulai bahas UU PDP banyak yang harus di-cover, ada 16 bab dan 76 pasal. Kalau kita baca berulang-ulang UU sebanyak itu belum tentu paham. Sudah sebanyak itu masih saja dianggap belum komprehensif. Kenapa tidak komprehensif GDPR atau Singapura dan negara-negara lain. Jawabannya simpel karena sistem hukum Indonesia berbeda. Pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia inisiatifnya panjang. UU PDP itu hampir lima tahun dibahas dan baru selesai,” jelas Teguh menerangkan dinamika pembentukan UU tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait