Pertimbangan hukum serupa juga dinyatakan Majelis Kehormatan MK dalam putusan No.4/MKMK/L/11/2023. Dalam pertimbangan hukum putusan, anggota Majelis Kehormatan MK Bintan Saragih, mengatakan pendapat berbeda yang disampaikan Arief dalam putusan perkara No.90/PUU-XXI/2023 memuat 3 isu hukum. Pertama, penjadwalan sidang yang terkesan lama ddan ditunda. Misalnya, setelah persidangan perbaikan permohonan menuju pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden terlalu lama. Bahkan memakan waktu sampai 2 bulan yakni pada perkara 29,51,55/PUU-XXI/2023.
Kedua, pembahasan dalam RPH. Arief mempersoalkan Anwar Usman ikut membahas dan memutus perkara No.90,91/PUU-XXI/2023 yang secara khusus diputus dengan amar ‘dikabulkan sebagian’ untuk perkara No.90/PUU-XXI/2023. Ketidakhadiran Anwar Usman dalam RPH perkara No.29,51,55/PUU-XXI/2023 karena alasan kesehatan, bukan untuk menghadiri konflik kepentingan. Apalagi perkara No.90,91/PUU-XXI/2023 dinyatakan dicabut kuasa hukum pemohon Jumat (29/08/2023), tapi Sabtu (30/08/2023) pemohon membatalkan penarikan itu.
Ketiga, Arief menguraikan perkara No.90,91/PUU-XXI/2023 ditarik tapi tetap dilanjutkan. Pasal 75 ayat (1) huruf b, ayat (3) huruf c Peraturan MK No.2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian UU mengatur permohonan yang telah ditarik tidak dapat diajukan kembali. Arief menilai, pemohon tidak serius dan bersungguh-sungguh dalam mengajukan permohonan.
Berdasarkan temuan dan fakta hukum itu, Bintan menyebut Majelis Kehormatan MK berpendapat, Arief tidak dapat dikatakan melanggar kode etik yang disebabkan materi muatan pendapat berbeda dalam putusan No.90/PUU-XXI/2023. Sekalipun bagian awal pendapat berbeda mengungkap sisi emosional seorang hakim berkaitan dengan kata ‘kosmologi negatif’ atau ‘keganjilan dan keanehan yang saya rasakan’ hal itu tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik.
“Terhadap pendapat berbeda (dissenting opinion) berlaku asas res judicata pro veritate habetuur. Artinya putusan hakim harus dianggap benar,” ujarnya membacakan sebagian pertimbangan putusan No.4/MKMK/L/11/2023.
Dalam kesimpulan putusan No.3,4/MKMK/L/11/2023, Ketua Majelis Kehormatan MK Prof Jimly Asshiddiqie menyebut dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang terkait dissenting opinion terhadap Hakim Terlapor tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
“Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion),” katanya membacakan sebagian amar putusan No.3,4/MKMK/L/11/2023.