Dosen FHUI dukung Konsep Keadilan Restoratif Masuk dalam KUHAP Baru
Terbaru

Dosen FHUI dukung Konsep Keadilan Restoratif Masuk dalam KUHAP Baru

Saat ini baru diatur dengan berbagai peraturan lembaga kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan. KUHAP yang berlaku belum menggunakan konsep keadilan restoratif.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ketua Bidang Studi Hukum Acara FHUI Junaedi Saibih dan Partner Assegaf Hamzah & Partners Ahmad Maulana. Foto: NEE
Ketua Bidang Studi Hukum Acara FHUI Junaedi Saibih dan Partner Assegaf Hamzah & Partners Ahmad Maulana. Foto: NEE

Junaedi Saibih, Ketua Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mengusulkan konsep keadilan restoratif (restorative justice) harus masuk dalam KUHAP baru. “Harusnya isu ini (restorative justice, red) masuk dalam RUU KUHAP yang masih dibahas,” kata Junaedi dalam sesi diskusi Lembaga Kajian dan Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bertajuk “Restorative Justice Apakah Solutif?”, Sabtu (16/7/2022).

Konsep keadilan restoratif menekankan pemulihan kembali hak korban ke keadaan semula, bukan pembalasan. Konsep ini tidak hanya mengupayakan rekonsiliasi dan pemulihan berbasis kebutuhan terhadap korban, namun juga pelaku serta lingkungan terdampak suatu tindak pidana.

Pendekatan keadilan restoratif lebih maju dari keadilan retributif. Cara yang kedua ini fokus pada menghukum pelaku atas kejahatan yang dilakukan. Teori retributive justice menganggap bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana menjadi pembalasan yang adil atas kerugian akibat kejahatannya. Penjatuhan hukuman pidana sebagai penderitaan untuk pelaku dibenarkan karena telah membuat penderitaan bagi korban.

“Sebenarnya saat ini ada peraturan jaksa, peraturan polisi, juga ada peraturan Mahkamah Agung soal restorative justice. Peraturan Mahkamah Agung terutama mengisi kekosongan hukum acara,” Junaedi menjelaskan. Secara khusus Junaedi mengapresiasi Jaksa Agung yang mendorong penerapan keadilan restoratif dalam kerja jaksa sebagai pengendali perkara.

Baca Juga:

Jaksa Agung menerbitkan Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Perja Keadilan Restoratif). “Kepentingan keadilan restoratif itu soal bagaimana pentingnya menempatkan korban bersama dengan jaksa ikut menyelesaikan permasalahan,” ujarnya.

Pasal 1 angka 1 Perja Keadilan Restoratif memberi definisi keadilan restoratif dengan cukup luas yang tertulis “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.” Terlihat keluarga pihak pelaku dan korban juga dilibatkan dalam penegakan hukum dengan orientasi keadilan restoratif.

Ahmad Maulana, partner dari firma hukum Assegaf Hamzah & Partners, memberikan tanggapan dalam diskusi ini dari pandangan advokat. “Masih menyisakan pertanyaan bagi kami praktisi hukum soal bagaimana pelaksanaannya. Masyarakat dapat apa untuk menjawab keresahan yang ditimbulkan akibat kejahatan yang terjadi?” kata Maulana.

Ia merujuk Pasal 5 ayat (6) huruf a Perja Keadilan Restoratif. Tertulis bahwa diantara syarat penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka. Caranya sangat personal dengan korban yaitu mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban, mengganti kerugian korban, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, serta memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana.

“Kalau masyarakat masih tetap punya dendam pada pelaku, maka kestabilan sosial masih dalam ancaman,” Maulana menjelaskan. Ia mengingatkan selama ini masyarakat terbiasa memahami pelaku kejahatan membayar kesalahannya dengan diberi pembalasan derita. Kesalahan itu tidak hanya pada korban, tapi juga pada kedamaian masyarakat yang terganggu. Oleh karena itu, Maulana juga mengingatkan perlu mempertimbangkan aspek kerugian masyarakat yang juga harus dipuaskan dalam keadilan restoratif.

Tags:

Berita Terkait