Dosen FMIPA UI Persoalkan Aturan Pengangkatan Guru Besar
Terbaru

Dosen FMIPA UI Persoalkan Aturan Pengangkatan Guru Besar

Pemohon diminta memperbaiki format permohonan sesuai dengan ketentuan Hukum Acara MK. Mulai dari identitas Pemohon, kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, alasan permohonan, hingga petitum permohonan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit

Untuk itu, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 50 ayat (4) UU Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa penetapan jenjang jabatan akademik merupakan kewenangan dari Rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi, tanpa ada campur tangan Menteri”.

Selain itu, Pemohon meminta Pasal 50 ayat (4) UU Guru dan Dosen tidak konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) secara khusus di Universitas Indonesia, sepanjang tidak dimaknai bahwa “pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan” tidak sesuai dengan PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia.

Perbaiki format permohonan

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta format permohonan sesuai dengan ketentuan Hukum Acara MK. Pokok permohonan terdiri dari identitas Pemohon, kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, alasan permohonan. Dalam kedudukan hukum, Pemohon menjelaskan kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal yang diuji. Berikutnya, alasan mengajukan permohonan, yang harus dijelaskan berlakunya pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945.

“Terakhir disebutkan apa yang dimohonkan oleh Pemohon (petitum, red),” kata Saldi menjelaskan.

Saldi menilai permohonan Pemohon yang mengarah pada kasus konkret yang dialami Pemohon. Terkesan Pemohon ingin menguji keberlakuan Pasal 50 ayat (4) UU Guru dan Dosen terhadap peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal kewenangan MK adalah menguji UU terhadap UUD 1945, bukan untuk kasus konkrit.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencermati permasalahan untuk menjadi guru besar seperti dialami Pemohon. “Apakah itu merupakan konstitusionalitas norma atau bukan? Karena kalau ke MK yang diselesaikan terkait konstitusionalitas norma, bukan persoalan implementasi norma. Apalagi kalau ketentuan itu berada jauh di bawah undang-undang,” kata Enny.

Ketua Majelis Panel Arief Hidayat mengingatkan penyusunan permohonan harus pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. “Itu PMK terbaru, bisa dicari di laman MK. Khusus Pasal 10 ayat (2) PMK No. 2 Tahun 2021 diatur mengenai format permohonan pengujian undang-undang. Itulah yang pertama harus dipegang dan dijadikan dasar,” ujar Arief.

Tags:

Berita Terkait