DPD Susun Revisi UU Perikanan
Terbaru

DPD Susun Revisi UU Perikanan

Menjadi poin penting diperlukannya pasal yang mengatur tentang kerja sama internasional, pemberdayaan dan perlindungan terhadap nelayan kecil.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar DPD terkait RUU Perikanan di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023). Foto: Istimewa
Suasana rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar DPD terkait RUU Perikanan di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023). Foto: Istimewa

Dewan Perwakilan Daerah mengagas Revisi UU (RUU) No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Saat ini, DPD sudah dalam tahap penyusunan naskah akademik dan draf Revisi UU Perikanan tersebut. Bagi DPD, keberadaan RUU tersebut menjadi penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian nelayan kecil.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komite II DPD RI Lukky Semen dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023). “Revisi UU Perikanan ini diharapkan bisa mengakomodir nelayan kecil di daerah-daerah,” ujarnya.

Karena itu, DPD sebagai lembaga yang menjadi bagian pembentuk UU memerlukan masukan dari aspek akademik dan implementasi di lapangan dari para pakar dan praktisi untuk memperkaya substansi RUU Perikanan yang sedang disusun. Setidaknya DPD telah mendata ada 12 isu pokok diantaranya wilayah pengelolaan perikanan, pengelolaan perikanan, serta usaha perikanan.

Menurut senator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) itu, sejumlah isu tersebut dalam perumusan dan pembahasan dapat bertambah berdasarkan hasil diskusi dan dialog dengan para pakar dan praktisi.

Sementara itu, anggota Komite II DPD, Bambang Santoso menilai revisi UU 31/2004 memiliki celah 10 hingga 20 tahun ke depan. Terdapat pula RUU yang diharapkan dapat menjawab persoalan yang terjadi terhadap para nelayan-nelayan kecil. Dia pun berharap agar RUU Perikanan dapat menjadi detektor 20 tahun ke depan. Sebab, saat ini teknologi yang dimiliki dalam negeri boleh dibilang terlambat, sementara kejahatan ilegal fishing terus merajalela.

“Maka dengan RUU ini kita menaruh harapan besar agar tidak kecolongan lagi di laut kita,” ujar senator asal Provinsi Bali itu.

Anggota DPD Achmad Sukisman melanjutkan terdapat 90 persen nelayan di Indonesia dalam kategori kecil. Karenanya, RUU Perikanan diharapkan terdapat klausul khusus yang memperhatikannya. Bagi senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, angka 90 persen merupakan nelayan kecil. Karenanya diperlukan ada klausul khusus yang mengatur para nelayan.

Di tempat yang sama, Vice President Rare Indonesia Taufiq Alimi menilai dalam Revisi UU 31/2004 perlu memperhatikan perlindungan nelayan kecil. Menurutnya, perlindungan tersebut harus dapat memastikan nelayan kecil mampu mendapatkan manfaat dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggung jawab. Dia berpandangan ada hal yang paling esensial untuk dilindungi. Seperti akses area nelayan kecil terhadap sumber daya perikanan dengan syarat kepatuhan terhadap ketentuan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

Staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institute Pertanian Bogor (IPB) Akhmad Solihin berpendapat pemberdayaan dan perlindungan nelayan kecil tidak perlu diatur atau dituangkan dalam draf RUU Perikanan. Dia beralasan aturan tersebut telah dimuat dalam UU No.7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Menurutnya, hal yang menjadi poin penting dalam RUU Perikanan terkait dengan beberapa hal. Seperti diperlukannya pasal yang mengatur tentang kerja sama internasional. Kemudian, pemberdayaan dan perlindungan terhadap nelayan kecil yang sedianya sudah terdapat dalam UU 31/2004. “Namun terpenting adanya pasal secara khusus pada kerja sama internasional,” katanya.

Tags:

Berita Terkait