DPR Diminta Bersikap Kritis, Objektif Atas Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Terbaru

DPR Diminta Bersikap Kritis, Objektif Atas Terbitnya Perppu Cipta Kerja

Yang ujungnya memberi sikap menolak menyetujui Perppu tersebut, sehingga harus dicabut karena Perppu 2/2022 constitutionally invalid atau cacat secara konstitusional. Ada kontradiktif atau keanehan antara bunyi Pasal 185 dengan Pasal 184 huruf b Perppu Cipta Kerja.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

‘hak subjektif’ presiden?”

Bagi pria yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia advokat itu berpendapat kewenangan presiden menerbitkan Perppu amatlah riskan sepanjang tidak dibuat dengan standar pertimbangan terukur dan matang. Sebab, presiden dapat saja menerbitkan Perppu. Misalnya, menerbitkan Perppu penundaan Pemilu 2024 selama 3 tahun, jabatan presiden diperpanjang.

“Atau Perppu apapun berdasarkan pertimbangan subjektif presiden atas dasar kegentingan yang memaksa,” ujarnya.

Menurutnya, banyak pandangan yang menilai Perppu 2/2022 bentuk tindakan contempt of court, pengangkangan terhadap UUD 1945, hingga hanya mengutamakan kepentingan pengusaha. Bahkan ada pula yang menilai Perppu tersebut mengkudeta konstitusi. Baginya parlemen mesti bersuara dan bersikap atas persoalan terbitnya Perppu 2/2022. Dia berharap fraksi partai di parlemen bersikap kritis, objektif, dan profesional dalam memberi evaluasinya terhadap Perppu 2/2022 ini.

“Yang ujungnya memberikan sikap menolak menyetujui Perppu tersebut, sehingga harus dicabut, karena Perppu 2/2022 constitutionally invalid atau cacat secara konstitusional,” tegasnya.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetyani berpendapat penerbitan Perppu 2/2022 hanyalah akal-akalan pemerintah untuk menelikung putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Menurutnya, putusan MK tersebut menilai UU 11/2020 inkonstitusional bersyarat karena dianggap cacat formil. Dalam Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 menilai setidaknya ada beberapa hal UU 11/2020 cacat formil.

Pertama, tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti. Kedua, terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden. Ketiga, bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Keempat, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.

Menurutnya, empat hal tersebut semestinya terlebih dahulu diperbaiki. Dengan begitu, status UU Cipta Kerja yang berstatus inkonstitusional bersyarat dapat berubah, bukan malah arogan menerbitkan Perppu sebagai jalan pintas demi memenuhi hasrat pemerintah. Baginya, penerbitan Perppu 2/2022 menunjukkan pemerintah tidak menghormati putusan MK sebagai lembaga yudikatif.

Dalam negara demokrasi menjadi mengkhawatirkan bila antar cabang kekuasaan tidak menghormati kekuasaan yang dimiliki masing-masing lembaga lain. Dia khawatir keberadaan Perppu 2/2022 tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya kalanga pekerja dan buruh. Sebaliknya, Perppu 2/2022 hanya mengedepankan kepentingan investor. “Dan tidak berpihak kepada para pekerja,” katanya.

Tags:

Berita Terkait