DPR Kukuhkan Batas Usia Perkawinan Minimum 19 Tahun
Utama

DPR Kukuhkan Batas Usia Perkawinan Minimum 19 Tahun

UU Perkawinan hasil revisi ini sebagai upaya membatasi atau mencegah perkawinan anak di bawah umur dan hubungan intim di luar pernikahan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Sementara dua partai lainnya menyetujui batasan usia perkawinan laki-laki dan perempuan 18 tahun yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan. Alasannya, dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan kategori anak adalah belum berusia 18 tahun. Artinya, usia 18 tahun sudah dikategorikan sebagai orang dewasa baik secara raga (fisik) maupun daya berpikir. 

 

Namun, kedua fraksi tersebut tetap memberi persetujuan RUU Perkawinan ini diboyong ke dalam rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU. Totok mengungkapkan UU Perkawinan hasil revisi ini sebagai upaya membatasi atau mencegah perkawinan anak di bawah umur dan hubungan intim di luar pernikahan.

 

Menekan perkawinan anak

Di tempat yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Prof Yohana Susana Yembise berpandangan revisi UU Perkawinan ditunggu-tunggu masyarakat. Sebab, melalui UU Perkawinan hasil revisi ini sebagai upaya menyelamatkan anak dari praktik pernikahan di bawah umur. “Ini bentuk perlindungan terhadap anak demi mewujudkan usia emas bagi anak-anak tanpa ada kekerasan terhadap anak,” kata Yohana.

 

Terlebih, Indonesia menduduki peringkat kedua terkait tingginya angka perkawinan anak di ASEAN. Hal ini berdampak banyaknya anak-anak putus sekolah akibat menikah di bawah usia. Baginya, menikah di bawah usia berdampak besar terhadap banyak persoalan. Mulai kesehatan ibu dan anak; maraknya pekerja anak; minimnya keterampilan; pertengkaran dalam perkawinan di bawah usia; hingga berujung perceraian.

 

Pihaknya, mencatat terdapat 20 provinsi dengan angka perkawinan anak tinggi. Kondisi tersebut, amat mengkhawatirkan bila tidak ditangani secara cepat dan serius. Bisa saja Indonesia berada dalam kondisi darurat perkawinan anak. “Karena itu, praktik tersebut harus dihentikan,” harapnya.

 

Menurutnya, membatasi usia perkawinan minimal 19 tahun diharapkan karena telah memiliki kematangan raga bisa mendapatkan keturunan yang sehat. Termasuk menurunkan resiko kematian ibu dan anak, serta terpenuhinya hak-hak ibu dan anak. “Penghapusan praktik perkawinan anak upaya negara dalam melindungi dari praktik diskriminasi,” katanya.

 

Selain ketentuan pasal batasan usia pekawinan, antara Pasal 65 dan 66 dalam UU 1/74, dalam perubahannya disisipkan satu pasal yakni Pasal 65A yang menyebutkan, “Pada saat UU ini mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tetap dapat dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”

 

Seperti diketahui, Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 terkait pengujian Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan mengenai batas usia perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Dalam putusannya, frasa “usia 16 tahun” dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Namun, Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan masih tetap dinyatakan berlaku hingga Pembentuk UU mengubah batas usia perkawinan bagi perempuan menjadi usia 19 tahun dalam jangka waktu maksimal 3 tahun sejak putusan diucapkan.

Tags:

Berita Terkait