DPR Nilai Paket Kebijakan Hukum Pemerintahan Jokowi Tak Jelas
Berita

DPR Nilai Paket Kebijakan Hukum Pemerintahan Jokowi Tak Jelas

Karena sudah terdapat sejumlah instrumen mulai lembaga, UU dan sumber daya manusia. Persoalannya adalah konsistensi penegak hukum dalam menjalankan putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Fadli Zon. Foto: RES
Fadli Zon. Foto: RES
Pemerintahan Joko Widodo (Jkoowi) sedang melakukan pembahasan paket kebijakan hukum. Namun rencana tersebut mendapat kritikan dari kalangan DPR.  Wakil Ketua DPR Fadli Zon misalnya mengatakan peraturan perundangan sudah tersedia. Pekerjaan selanjutnya adalah dengan konsisten dalam menjalankan peraturan dan perundangan yang ada.

“Reformasi hukum apa yang mau dijalankan, hukumnya sudah jelas kok. Tinggal diimplementasikan, hukum ditegakkan seadil-adilnya, penegak hukum bekerja secara profesional, objektif dan disiplin. Saya kira tidak perlu ada reformasi hukum,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (12/10).

Menurutnya, persoalan hukum di dalam negeri terletak pada sumber daya manusia (SDM), khususnya aparat penegak hukum. Profesionalitas penegak hukum memang kerap menjadi sorotan. Paket kebijakan hukum mestinya menegaskan kembali soal konsistensi aparat penegak hukum terhadap aturan dan perundangan yang sudah ada.

“Paket ini tidak jelas paket apa. Kalau targetnya reformasi hukum, hukumnya sudah ada. Yang direformasi apanya, apakah normanya, aparatnya, atau apanya. Ini banyak ketidakjelasan membuat sesuatu yang seolah-olah baru, padahal sudah ada,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan persoalan hukum di masyarakat, yakni ketiadaan keadilan dan kepastian hukum. Menurutnya, hukum hanya berlaku ke bawah, tumpul ke atas. Seperti halnya pisau tumpul. Ironisnya, hukum acapkali dijadikan alat politik dan kekuasaan. “Itu masalahnya, jadi tidak perlu reformasi-reformasian,” ujarnya.

Ketua Komisi III Benny K Harman sependapat dengan Fadli Zon. Menurutnya, reformasi hukum pondasinya sudah diletakkan. Hanya saja pelaksanaanya oleh penegak hukum tidaklah konsisten. Misalnya, reformasi kelembagaan penegak hukum Sudah banyak dilakukan. Melalui keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Begitu pula produk UU sedemikian banyak, hingga peningkatan anggaran.

Bahkan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk reformasi kelembagaan hukum hingga lembaga peradilan menjadi badan otonom. “Tetapi kenapa tidak semakin baik dan mengalami kemunduran. Kenapa, karena menurut saya tidak adanya konsistensi dalam melaksanakan regulasi,” ujarnya. (Baca Juga: ICW: Paket Kebijakan Hukum Wajib Perkuat Pemberantasan Korupsi)

Persoalannya, kemauan pemerintah taat dan tunduk terhadap aturan perundangan yang ada. Konsistensi pemerintah terhadap UU amatlah diperlukan. Misalnya, ketika Jokowi mengutamakan kepastian hukum, maka hal itu dijadikan ‘primadona’. Visi pemerintahan Jokowi di bidang hukum pun patut dipertanyakan. Antara kepastian, keadilan dan kemanfaatan mesti ada yang diprioritaskan.

Misalnya mengutamakan kepastian hukum, maka menjadi penting membuat regulasi tersebut. Implementasinya, pemerintah melaksanakan semua putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap, serta konsisten. Sayangnya, masih terdapat banyak putusan peradilan berkekuatan hukum tetap yang tidak dijalankan. “Akibatnya, tidak ada kepastian hukum,” ujarnya.

Jokowi mesti memilih kebijakan hukum mana yang bakal direformasi. Membenahi institusi peradilan pun menjadi bagian terpenting. Meski hal itu menjadi ranah kekuasaan kehakiman, namun masih terdapat ruang pemerintah untuk menerapkan intervensi berkenaan dengan tata kelola lembaga peradilan yang bersihd ari praktik kolusi, korupsi dan nepotisme.

“Tapi menurut saya, sampai program reformasi hukum yang dicanangkan Presiden Jokowi belum begitu jelas. Paket reformasi hukum itu harus jelas, tapi apanya. Jangan sampai paket reformasi hukum yang dilakukan, alih-alih yang terjadi malah kekacauan hukum,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Trimedya Pandjaitan berpandangan paket reformasi kebijakan hukum Jokosi sepintas terlihat umum. Namun mendasar yang mesti dilakukan. Misalnya menghilangkan pungutan liar (pungli) dengan turun langsung ke operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan Selasa (11/10) sore.

“Ini momentum yang ingin diambil Jokowi untuk mengingatkan aparatur dan sipil jangan sampai pungli yang paling kecil sampai yang besar,” ujarnya. (Baca Juga: Berantas Pungutan Liar dan Penyelundupan Langkah Awal Reformasi Hukum)

Ia mengingatkan agar paket reformasi kebijakan pemerintahan Jokowi mesti mengedepankan profesionalisme penegak hukum. Pasalnya, aspek kejujuran penegak hukum menjadi kunci persoalan hukum di Indonesia. Pimpinan di institusi penegak hukum pun mesti menindaklanjuti berbagai pelanggaran disiplin hingga hukum yang dilakukan jajaran masing-masing penegak hukum.

“Juga yang ditunggu adalah presiden belum bicara soal penegakan hak asasi manusia. Apakah ini nanti akan masuk paket reformasi hukum juga, kan masih stagnan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait