DPR Setujui RUU Kekuasaan Kehakiman Gantikan UU No.14/1970
Utama

DPR Setujui RUU Kekuasaan Kehakiman Gantikan UU No.14/1970

DPR telah menyetujui dua RUU bidang hukum yaitu tentang Kekuasaan Kehakiman dan Perubahan UU Mahkamah Agung. RUU Kekuasaan Kehakiman akan menggantikan Undang-undang No.14/1970 yang usianya lebih dari 33 tahun sementara perubahan UU Mahkamah Agung akan membawa implikasi besar di lembaga tersebut.

Oleh:
Amr/Nay
Bacaan 2 Menit

 

Selanjutnya, menurut Zain, Panja Baleg melakukan pembahasan pasal demi pasal dari materi RUU yang terdiri dari delapan bab dan 42 pasal. Dengan demikian, jelasnya, yang dilakukan adalah penggantian terhadap Undang-undang No.14/1970 jo Undang-undang No.35/1999.

 

Salah satu substansi penting yang diatur dalam RUU Kekuasaan Kehakiman adalah mengenai pengalihan sebagian fungsi kehakiman dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung. Pengalihan tersebut meliputi  organisasi, administrasi, dan finansial.

 

Dalam hal ini, RUU mengatur bahwa batas waktu pengalihan atau penyatuan atap sebagian fungsi kehakiman yang ada di Depkeh tersebut dilakukan secara bertahap. Untuk pengalihan di lingkungan peradilan umum peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan paling lambat 31 Maret 2004. Sedang, untuk lingkungan peradilan agama dan peradilan militer pengalihan selesai dilaksanakan paling lambat 30 Juni 2004.

 

Substansi lain dari RUU Kekuasaan Kehakiman yang banyak mendapat sorotan fraksi-fraksi di DPR adalah mengenai keharusan hakim untuk menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Jika terdapat pendapat yang berbeda (dissenting opinion), maka pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

 

Voting dan pembatasan kasasi

Sementara itu, berbeda dengan persetujuan RUU Kekuasaan Kehakiman yang berjalan mulus, pengambilan keputusan atas RUU Perubahan UU No.14/1985 menempuh jalan yang berliku. Pasalnya, perbedaan pendapat yang tajam antara fraksi-fraksi DPR mengenai ketentuan Pasal 5 RUU memaksa pimpinan rapat untuk mengambil keputusan melalui mekanisme pemungutan suara (voting).

 

Di muka para peserta rapat, Ketua Baleg menjelaskan bahwa pembahasan RUU Perubahan UU No.14/1985 menyisakan satu pasal yaitu Pasal 5. Menurut Zain, meski Baleg dan pemerintah menempuh lobi-lobi intensif, namun wakil masing-masing fraksi dan pemerintah tidak mencapai kata sepakat, karena fraksi PDI-P tetap menghendaki untuk susunan pimpinan MA terdiri dari satu ketua dan dua wakil ketua (alternatif 2).

 

Oleh karena itu, lanjut Zain, Panja masih menyisiakan satu substansi krusial yaitu Pasal 5 RUU Perubahan UU No.14/1985 untuk diambil keputusan melalui voting dalam rapat paripurna. Dari pendapat akhirnya masing-masing, sikap sebagian besar fraksi sudah bisa terlihat. Pilihan fraksi PDI-P didukung F-Partai Golkar. Sedangkan, alternatif 1 (satu ketua, dan empat wakil ketua) dipilih oleh F-PPP, F-PKB, F-Reformasi, F-TNI/Polri, serta F-PBB.

Tags: