Dua Guru Besar Minta MK Lebih Berperan dalam Pengujian Formil UU
Utama

Dua Guru Besar Minta MK Lebih Berperan dalam Pengujian Formil UU

MK harus melihat pengujian formil sebagai pengontrol demokrasi di parlemen.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Kode Inisiatif menilai MK selama ini hanya mengedepankan beberapa aspek prosedural dalam pengujian formil UU. Misalnya, apakah dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna DPR kuorum atau tidak; UU itu ada surat presiden atau tidak; dan dalam proses pembahasan UU mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau tidak. Tidak melihat fakta yang lebih utuh apakah proses pembentukan UU itu sudah benar seluruhnya atau tidak. 

 

Satu contoh, MK pernah menolak pengujian formil UU MA yang diajukan sejumlah aktivis LSM pada 2010 silam. MK menyatakan menolak pengujian formil UU MA meski mengakui adanya cacat prosedural dalam pembentukan UU tersebut. Namun, Ketua MK M. Mahfud MD saat itu menyebut ada beberapa lompatan besar terkait hukum acara pengujian formil dalam putusan ini. Ia mengatakan putusan itu merupakan putusan pengujian formil yang diperiksa secara utuh oleh MK. Sebelumnya, belum ada hukum acara yang jelas, sehingga MK telah membuatnya dalam pertimbangan putusan itu.

 

Salah satunya, MK membatasi UU yang bisa diuji formil adalah UU yang terbit tidak melebihi dari 45 hari sejak dimuat di Lembaran Negara. Artinya, UU yang telah melewati 45 hari setelah dimuat dalam Lembaran Negara tak bisa diajukan pengujian secara formil. “Ini untuk memberi kepastian hukum,” ujar Mahfud di ruang sidang MK, Kamis (17/6/2010) silam. 

 

“Mahkamah memandang tenggat 45 hari setelah UU dimuat dalam Lembaran Negara sebagai waktu yang cukup untuk mengajukan pengujian formil terhadap UU,” demikian bunyi salah satu pertimbangan Mahkamah dalam putusan tersebut.

Tags:

Berita Terkait