​​​​​​​Dua Pertanyaan Kunci dalam Penanganan Korupsi di Masa Pandemi
Penataran MAHUPIKI 2021:

​​​​​​​Dua Pertanyaan Kunci dalam Penanganan Korupsi di Masa Pandemi

Transparansi sangat prinsipil dalam pencegahan korupsi anggaran penanganan pandemi.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit

Rumusan ini dapat dijadikan tameng untuk membentengi diri dari jerat hukum tindak pidana korupsi. Menurut Danil, ada pemahaman yang keliru seolah-olah KKSK dan para pejabat yang disebut dalam Pasal 27 ayat (2) memiliki kekebalan hukum seolah-olah mereka tidak dapat menjadi subjek tindak pidana korupsi. Padahal kata kuncinya adalah pada ‘iktikad baik’ dan ‘sesuai dengan peraturan perundang-undangan’. “Jadi, kalau perbuatan mereka tidak sesuai dengan maksud UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang itu,” tegas akademisi kelahiran 25 Juni itu.

Pertanyaan kedua adalah bagaimana aparat penegak hukum membuktikan unsur kerugian negara sebagaimana juga disebut dalam rumusan Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016, kerugian negara menjadi actual loss. Harus ada perhitungan riil kerugian negara. Kerugian negara dapat dihitung oleh BPK, BPKP, auditor, atau perhitungan lain yang dibenarkan hukum.

Tantangannya bukan hanya membuktikan actual loss, tetapi juga pada perlindungan hukum yang diberikan Perppu No. 1 Tahun 2020. Perppu ini menegaskan tidak termasuk ke dalam kerugian negara: biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau anggota KKSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara, termasuk kebijakan bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional. Semua biaya yang dikeluarkan sebagai bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis bukanlah kerugian negara. Keputusan yang diambil dalam rangka penyelamatan perekonomian itu juga bukan objek Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Perlindungan atau benteng yang telah diberikaan hukum itu seharusnya diimbangi dengan transparansi. Situasi krisis atau darurat tidak boleh menjadi alasan untuk tidak transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran penanganan Covid-19. Transparansi justru bisa memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi ini. Landasannya diperkuat oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Informasi itu penting untuk dibuka agar masyarakat dapat mengawasi penggunaan anggaran,” ujar Prof. Danil.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) termasuk yang berusaha mendorong keterbukaan pemerintah dalam perencanaan dan penggunaan anggaran penanganan Covid-19. Potensi korupsi penggunaan dana itu sangat besar, bukan hanya pada pengadaan barang/jasa, tetapi juga insentif tenaga kesehatan dan bantuan sosial. Kasus yang menjerat eks Mensos Juliari P. Batubara salah satunya.

Terkait penanganan perkara korupsi, penting dicatat tentang Surat Edaran KPK No. 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-1) Terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Tags:

Berita Terkait