Edhy Prabowo Disebut Manfaatkan Due Diligence untuk Korupsi
Berita

Edhy Prabowo Disebut Manfaatkan Due Diligence untuk Korupsi

Tim Due Diligence seharusnya bisa mempermudah koordinasi antar instansi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES

Pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dituntut 3 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan karena diduga menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebesar Rp2,146 miliar yang terdiri atas AS$103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.001.440,00.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Suharjito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswandhono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (8/4).

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Tetapi yang cukup menarik ada dalam Analisa yuridis unsur memberikan sesuatu. Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan sebenarnya ada Tim Due Diligence yang dibentuk untuk mempermudah koordinasi antar bidang dalam proses penerbitan izin budidaya lobster dan ekspor Benih Bening Lobster (BBL).

“Namun ternyata Tim Due Diligence dimanfaatkan oleh saksi Edhy Prabowo melalui saksi Andreau Misanta Pribadi dan saksi Safri untuk memperoleh keuntungan dari para pengusaha eksportir BBL, yaitu melalui saksi Safri yang menerima uang secara langsung dari Terdakwa dengan jumlah keseluruhan sebesar AS$103 ribu,” ujar penuntut. (Baca: Kontradiksi Edhy Prabowo: Kritik Kebijakan Susi Akibatkan Pengangguran, tapi Hidup Mewah)

Tujuan pemberian uang tersebut, yaitu untuk mempercepat proses diterbitkannya Surat Penetapan Pembudidaya Lobster dan Surat Penetapan Calon Eksportir BBL. Sedangkan Andreau mengarahkan para eksportir BBL untuk menggunakan PT. Aero Citra Kargo (ACK) sebagai perusahaan jasa pengiriman BBL dengan biaya ekspor sebesar Rp1.800,00 per ekor BBL.

Dimana uang sebesar Rp350,00 per ekor BBL digunakan untuk biaya ekspor melalui PT. Perishable Logistik Indonesia (PLI) dan sebesar Rp1.450,00 per ekor BBL masuk ke rekening PT. ACK. Keuntungan PT. ACK yang diterima dari Suharjito serta eksportir-eksportir lain yang masuk ke rekening saksi Amri dan saksi Achmad Bachtiar selaku pengurus dan pemegang saham Nominee selanjutnya dikelola oleh Amiril Mukminin untuk kepentingan saksi Edhi Prabowo.

PT ACK sendiri adalah perusahaan yang dibuat oleh Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo untuk mencari perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) untuk ekspor BBL. Perusahaan itu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dengan pembagian pendapatan operasional PT PLI sebesar Rp350 per ekor BBL dan PT ACK mendapat Rp1.450 sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL sebesar Rp1.800 per ekor BBL.

Pembagian saham PT ACK adalah Achmad Bahtiar dan Amri sebagai perpanjangan Edhy Prabowo masing-masing sebesar 41,65 persen sehingga totalnya mencapai 83,3 persen dan Yudi Surya Atmaja (representasi pemilik PT PLI, Siswadi Pranoto Loe) sebanyak 16,7 persen.

"Dengan demikian, pada bulan September - November 2020, terdakwa Suharjito melalui saksi Amiril Mukminin, Andreau Misanta Pribadi, Siswadi Prantoto Loe, dan Ainul Faqih sebesar Rp706.001.440,-00," kata jaksa.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli - November 2020 membagikan uang yang diterima dari PT DPPP dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai dividen yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp12,312 miliar; kepada Amri senilai Rp12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp5,047 miliar.

Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo. Sidang dilanjutkan dengan pembacaan pledoi (pembelaan) pada tanggal 14 April 2021.

Tugas Tim DD

Penuntut juga menjelaskan tugas yang seharusnya dilakukan oleh Tim Due Diligence. Pertama, menyusun kerangka metodologi dan petunjuk teknis untuk melaksanakan uji tuntas (due diligence) perizinan usaha perikanan budidaya Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri yang dilaksanakan oleh eksportir Benih Bening Lobster (Puerulus).

Kedua, memeriksa kelengkapan administrasi dan validitas dokumen yang diajukan oleh calon eksportir Benih Bening Lobster (Puerulus) yang akan melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri.

Ketiga, melakukan verifikasi teknis, pengecekan lapangan, dan kesiapan usaha perikanan budidaya Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri oleh calon eksportir Benih Bening. Keempat melakukan wawancara dan mereviu kelayakan usaha calon eksportir Benih Bening Lobster (Puerulus) yang akan melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri.

Lalu kelima, memberikan rekomendasi proposal usaha yang memenuhi persyaratan untuk melakukan usaha budidaya Lobster (Panulirus spp.). Keenam melakukan konsultasi dan pembinaan untuk kelengkapan dan kesiapan usaha yang optimal.

Keenam, melakukan sosialisasi uji tuntas (due diligence) kepada calon eksportir Benih Bening Lobster (Puerulus) yang akan melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri, yang menjadi objek uji tuntas (due diligence). Ketujuh, merancang dan membangun sistem pemantauan perizinan terintegrasi antarsatuan kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan kementerian/lembaga lainnya serta pemerintah daerah secara online dan merekomendasikan peningkatan kinerjanya.

Dan terakhir, memantau sistem pendataan dan penetapan pembudi daya Lobster (Panulirus spp.) dan nelayan penangkap Benih Bening Lobster (Puerulus) serta merekomendasikan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.

Tags:

Berita Terkait