Efektivitas Kerja Jarak Jauh bagi Kalangan Advokat Indonesia
Terbaru

Efektivitas Kerja Jarak Jauh bagi Kalangan Advokat Indonesia

Jika didukung dengan teknologi yang tepat, kerja jarak jauh bagi advokat bukan hanya efektif namun juga efisien dari segi waktu dan biaya. Meski begitu, masih terdapat jasa hukum tertentu yang tetap mengharuskan kehadiran langsung dalam penanganannya, sehingga konsep yang ideal dengan cara konsep hybrid.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Mohamed Idwan Ganie dan Hendrik Silalahi. Foto Kolase: Istimewa
Mohamed Idwan Ganie dan Hendrik Silalahi. Foto Kolase: Istimewa

Sejak tahun 2020, sebagai implikasi dari pandemi Covid-19, berbagai kegiatan masyarakat untuk dapat berkumpul dan berinteraksi atau berkegiatan secara langsung menjadi terbatas. Berbagai sektor terdampak, tanpa terkecuali termasuk keberlangsungan pelayanan dan pekerjaan kantor hukum pun telah menerapkan kerja jarak jauh atau secara online.

“Kerja jarak jauh berarti jasa hukum dilakukan tanpa kehadiran klien. Sejak dulu sekitar 80% dari jasa hukum dilakukan tanpa kehadiran klien. Apakah dikerjakan dari kantor (tanpa kehadiran klien), dari rumah atau secara mobile (juga tanpa kehadiran klien) sama saja sebenarnya. Bahkan sebelum ada konsep kerja jarak jauh, advokat yang sibuk pasti bawa kerja pulang dan sambung kerja di rumah,” ujar Founding Partner Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), Mohamed Idwan Ganie kepada Hukumonline, Senin (10/10/2022).

Ia menjelaskan kerja jarak jauh mungkin dirasa lebih cocok dengan lifestyle yang menghendaki adanya keseimbangan antara karier, keluarga, dan kehidupan sosial. Apalagi ada pandangan mengenai kerja jarak jauh lebih memungkinkan keseimbangan terwujud. Karena itu, jika didukung dengan teknologi yang tepat, maka kerja jarak jauh bagi advokat bukan hanya efektif, tapi juga efisien dari segi waktu dan biaya.

Baca Juga:

Dengan penghematan biaya, kata dia, akan bisa diteruskan kepada klien dalam bentuk biaya jasa hukum yang lebih bersaing. Meski demikian, advokat senior yang akrab disapa ‘Kiki’ itu menjelaskan masih terdapat jasa hukum tertentu yang tetap mengharuskan kehadiran langsung dalam penanganannya. Sebut saja seperti pendampingan klien pada kasus pidana, tentu harus dilakukan secara langsung (offline).

Lain halnya dengan kasus perdata, ia mencontohkan pada penanganan arbitrase kini sudah dapat dilakukan sepenuhnya jarak jauh dan virtual. “Mungkin 80% dari jasa hukum dapat dilakukan secara jarak jauh, tetapi tetap ada sisa 20% yang memerlukan kehadiran langsung. Jadi yang ideal memang konsep hybrid. Apakah jarak jauh dan kehadiran langsung tergantung dari mana yang lebih efektif dan efisien di situasi dan kondisi tertentu,” kata dia.

Penerapan kerja jarak jauh, lanjut Kiki, dapat berdampak secara tidak langsung pada (efisiensi) ekonomi dan persaingan. Seperti dalam pemberian jasa hukum jarak jauh, akan mengurangi kebutuhan adanya kantor fisik hingga ‘menghilangkan batas geografis’ yang memungkinkan advokat Indonesia memberi jasa hukum kepada klien di negara lain. Sama halnya dengan advokat asing di luar negeri dapat memberikan jasa hukum langsung kepada klien di Indonesia. Hal tersebut bergantung pada pihak yang memiliki minat ekspansi lebih besar.

Tags:

Berita Terkait