Ekosistem Hukum Persaingan Usaha Indonesia: Apakah Masih Ada Ruang Perbaikan?
Kolom

Ekosistem Hukum Persaingan Usaha Indonesia: Apakah Masih Ada Ruang Perbaikan?

Sebuah esai 14 tahun pengamatan penegakan hukum persaingan usaha oleh seorang ekonom.

Bacaan 8 Menit
Anastasia Pritahayu. Foto: Istimewa
Anastasia Pritahayu. Foto: Istimewa

Dari kacamata seorang ekonom, perekonomian sejatinya adalah berbagai variasi interaksi antara penyediaan produksi dari pelaku usaha dan konsumsi dari pengguna akhir. Namun demikian, interaksi dinamis tersebut tidak selalu menjamin terciptanya kondisi perekonomian yang paling ideal, yaitu di mana antar produsen dan antar konsumen selaku faktor ekonomi dapat saling bersaing satu dengan yang lain dengan baik hingga mencapai titik keseimbangan ekonomi yang ideal.

Ironisnya di lain pihak, kalaupun persaingan tersebut menjadi satu-satunya tujuan perekonomian, maka selalu ada kemungkinan adanya bagian kemakmuran ekonomi keseluruhan yang terampas. Konsep invisible hands murni milik Adam Smith maupun sosialisme penuh milik Karl Marx dan Engels bukanlah solusi yang ideal.

Suatu ekosistem penegakan hukum persaingan usaha yang baik dan dinamis adalah penting dan tidak terelakkan. Sebagaimana diketahui, ekosistem persaingan usaha ini unik. Keunikan ini sebagian besar karena faktor dasar pembentuk ekosistem kerangka hukum persaingan usaha adalah untuk alasan dan tujuan ekonomi yang berimbang dari berbagai jenis sektor yang berbeda-beda. Jadi di sini jelas bahwa pengaruh prinsip-prinsip ekonomi sama sekali tidak dapat dipisahkan dari ekosistem hukum persaingan usaha.

Lebih lanjut Penulis juga mengamati bahwa penafsiran dan penegakan hukum persaingan usaha yang terlepas dari atau tanpa pertimbangan matang terhadap prinsip-prinsip ekonomi dan bisnis bukan saja tidak mendukung terbentuknya ekonomi yang efisien, namun malahan dapat memberikan distorsi yang hebat terhadap pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya. Kerugian ekonomi dalam skala perusahaan, maupun skala nasional menjadi tidak terelakkan.

Baca juga:

Lalu pertanyaan besarnya adalah apakah Indonesia sudah memiliki ekosistem hukum persaingan usaha yang mampu menjawab tantangan dinamis ini?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Penulis menilai perlu ada amandemen perbaikan dalam peraturan perundang-undangan terkait persaingan usaha. Pertama, Penulis menilai, substansi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU 5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (secara bersamaan disebut UU Persaingan Usaha) mengindikasikan bahwa ekosistem saat ini masih belum cukup baik. Ganjalan tersebut terlihat dari pembacaan secara sistematis dan linguistik yang mengatur pelarangan oligopoli, oligopsoni, monopoli, monopsoni, dan posisi dominan pada UU 5/1999. Padahal, oligopoli, oligopsoni, monopoli, monopsoni, dan posisi dominan adalah bentuk pasar. Tidak ada yang salah dengan bentuk-bentuk pasar itu. Yang perlu diatur adalah potensi dari pelaku usaha untuk menyalahgunakan posisinya, di masing-masing bentuk pasar tersebut.

Tags:

Berita Terkait