Eks Dirut Pelindo II RJ Lino Didakwa Rugikan Negara 1,99 Juta Dolar AS
Terbaru

Eks Dirut Pelindo II RJ Lino Didakwa Rugikan Negara 1,99 Juta Dolar AS

Kerugian negara itu berdasarkan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK dan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengadaan QCC tahun 2010 pada PT Pelindo II dan instansi terkait lainnya di Jakarta, Lampung, Palembang dan Pontianak.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Ferialdy Noerlan lalu memberikan disposisi kepada Senior Manager (SM) Peralatan Haryadi Budi Kuncoro dan Kepala Biro Pengadaan Wahyu Herdianto dengan disposisi: "Selesaikan segera" dan dengan catatan: "Agar dipersiapkan dan dilaksanakan segera proses pemilihan langsungnya".

Namun perintah RJ Lino untuk melakukan pemilihan langsung penyedia barang yang peserta-nya dari luar negeri tersebut tidak bisa langsung dilakukan dikarenakan tidak ada dasar hukum.

Agar dapat melakukan penunjukan langsung untuk produsen luar negeri tersebut, RJ Lino pun memerintahkan agar dilakukan perubahan atas SK Direksi tentang tata cara pengadaan barang dan jada di PT Pelindo II yaitu menjadi Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor HK.56/6/18/PI.II-09 tanggal 31 Desember 2009 yang sengaja dibuat tangga mundur karena keputusan tersebut diregistrasikan pada Februari 2010.

"Dengan perubahan ini, PT Pelindo II dapat mengundang penyedia barang dan jasa dari luar negeri untuk pengadaan QCC sehingga proses pengadaan barang/jasa tidak lagi ditujukan untuk semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri dan memberikan preferensi harga bagi barang produksi dalam negeri dan juga ditujukan untuk mengakomodir penawaran dan aanwijzing sehingga dapat dilakukan melalui 'email'," ungkap jaksa.

PT. Pelindo II secara bertahap menerima penawaran calon penyedia barang yaitu dari HDHM menawarkan 15.024.000 dolar AS, ZPMC menawarkan 22.263.000 dolar AS termasuk biaya pemeliharaan selama 6 tahun, sedangkan pihak Doosan Korea Selatan mengundurkan diri karena tidak dapat menemukan perusahaan yang sesuai untuk melaksanakan pemeliharaan QCC.

"Tanpa adanya kajian serta evaluasi teknis, terdakwa memutuskan untuk menggunakan 'Twin Lift' 50 ton dari HDHM dengan mengatakan 'Kita pakai Twin Lift QCC saja, karena harganya lebih murah dari Single Lift QCC dari ZPMC', walau pengadaan QCC di PT Pelindo II adalah tipe QCC 'Single lift' yang sesuai dengan infrastruktur yang ada di pelabuhan Panjang, Palembang dan Pontianak," papar jaksa.

Pada 25 Februari 2010, Asisten Senior Manager Alat Bongkar Muat Mashudi Sanyoto membuat nota dinas yang menyatakan atas hasil evaluasi teknis dokumen lelang bahwa HDHM dan ZPMC tidak memenuhi syarat.

Namun atas laporan tersebut, pada 5 Maret 2009 Ferialdy Noerlan memberikan memo kepada Wahyu Hardiyanto agar tetap mengevaluasi tentang standar China dan vendor list HDHM dan disesuaikan dengan kebutuhan walaupun HDHM tidak memenuhi persyaratan teknis. RJ Lino juga memberikan perintah kepada Ferialdy selaku Direktur Operasi dan Teknik, Saptono Rahayu Irianto selaku Direktur Komersial dan pengembangan Usaha serta Wahyu Hardianto selaku Kepala Biro Pengadaan untuk tetap memproses "twin lift" QCC, padahal HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.

Kontrak lalu ditandatangani pada 30 Maret 2010 antara Weng Yaogen yang menjabat sebagai Chairman HDHM dan Ferialdy Noerlan yaitu sebesar 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Dengan adanya kontrak tersebut, pada 30 September - 21 Oktober 2011 Pelindo II menerima penyerahan pekerjaan dari pihak HDHM berupa 3 unit "Twin lift" QCC di pelabuhan Panjang, pelabuhan Pontianak serta pelabuhan Palembang tapi ketiga unit tersebut tidak pernah dilakukan "pre-delivery commissioning test" di lokasi pabrik HDHM sebelum pengiriman serta "commissioning test" pada saat pemasangan di lokasi masing-masing pelabuhan yaitu "Static Load Test" dan "Deflection Test" sehingga tidak di ketahui kualitas dan kemampuannya.

Tags:

Berita Terkait