Catatan ICW Terhadap Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi 2021
Terbaru

Catatan ICW Terhadap Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi 2021

Pemerintah dinilai belum serius dalam upaya pemberantasan korupsi.

Oleh:
CR-27
Bacaan 5 Menit

Selaras dengan kualitas dalam penanganan OTT dan pemberian tuntutan penjara, lanjut Kurnia, internal KPK juga berkali-kali menimbulkan permasalahan sehingga menurunkan tingkat kepercayaan publik. “Ketua KPK, Firli Bahuri terbukti 2 kali melanggar kode etik, disusul dengan wakil ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang juga terbukti melanggar kode etik KPK dengan melakukan komunikasi dengan terduga tersangka kasus korupsi,” ujarnya.

Kurnia mengatakan sorotan ICW selama 2 tahun terhadap KPK adalah jomplangnya kesigapan penanganan kasus dalam mengungkapkan kasus suap atau korupsi, dibanding KPK periode sebelumnya. ICW bersama dengan lembaga Pusat Kajian Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) beberapa minggu lalu melansir kajian KPK selama dua tahun terakhir di bawah kepemimpinan komisioner KPK baru.

Dilihat dari pemangku kepentingan khususnya pembentuk Undang-Undang, setidaknya saat ini dibutuhkan tiga pembentukan undang-undang. “Hari ini yang dibutuhkan aparat penegak hukum dalam upaya penanganan korupsi ini, yaitu rancangan UU Perampasan Aset, UU Pembatasan Transaksi Uang Tunai, dan Revisi UU Tindak Pidana Korupsi. Alih-alih dituntaskan tetapi malah sibuk merevisi UU KPK,” ungkap Kurnia.

Terkait lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian, Kurnia menyayangkan lembaga yang dekat dengan masyarakat, tetapi praktik pungli masih banyak terjadi di berbagai instansi kepolisian itu sendiri. Ia menilai harus ada inovasi khusus dari Kapolri. Menurutnya, setiap pekerjaan penegakan hukum akan mempengaruhi persepsi masyarakat karena akan tertuang dalam indeks persepsi korupsi di Indonesia.

Anjloknya angka indeks persepsi korupsi tidak diikuti dengan perbaikan yang mendasar dalam memproses legislasi. “Adanya penurunan indeks persepsi korupsi dari Februari sampai Desember, UU yang menjadi agenda penyokong korupsi tidak masuk ke dalam prolegnas 2022. Termasuk UU Perampasan Aset. Padahal perampasan aset itu tidak baru, bahkan sudah ada sejak tahun 2012 dan jadi permasalahan akut di internal pemerintah,” ungkapnya.

Lebih jauh, Kurnia menyayangkan bahwa pemerintah terlihat tidak memiliki keseriusan dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat tentu berharap akan ada legislasi-legislasi untuk upaya pemberantasan korupsi, yaitu dengan pemerintah fokus pada persiapan untuk penindakan korupsi.

“Pekerjaan rumah kita sungguh banyak saat ini, problem korupsi itu pemulihan kerugian keuangan negara, maka kita tidak bisa bergantung hanya pada pidana penjara, tetapi juga harus mengawal UU Perampasan Aset Negara. Masyarakat harus mengawasi agenda KPK dan mengkritik negara kalau ada kekeliruan” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait