F-PKS: Alasan Pemerintah Menerbitkan Perppu Cipta Kerja Berlebihan
Terbaru

F-PKS: Alasan Pemerintah Menerbitkan Perppu Cipta Kerja Berlebihan

DPR diimbau agar menolak Perppu Cipta Kerja dan meminta pemerintah taat terhadap perintah putusan MK No.91/PUU-XX/2022.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Ledia Hanifa Amalia. Foto: dpr.go.id
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Ledia Hanifa Amalia. Foto: dpr.go.id

Pasca terbitnya Peraturan Pemerinta Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 kemarin, “hujan” kritik terus dialamatkan kepada pemerintah. Sebab, pemerintah seolah telah mencampakan Putusan Mahkamah Konsititusi (MK) No.91/PUU-XX/2022 yang secara tegas memerintahkan agar UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diperbaiki proses pembentukannya dalam kurun waktu dua tahun.

Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Ledia Hanifa Amalia mengingatkan pemerintah diberikan waktu hingga 25 November 2023 agar memperbaiki proses formil pembentukan UU Cipta Kerja itu. Tapi pemerintah malah menggantikan UU Cipta Kerja dengan Perppu 2/2022. Bagi kalangan hukum tata negara, cara pemerintah sebagai akal-akalan agar materi UU 11/2020 tetap dapat digunakan melalui Perppu.

Padahal, semestinya pemerintah taat dan tunduk terhadap putusan MK yang notabene sebagai hukum. Tapi, bukannya melaksanakan Putusan MK No.91/PUU-XX/2022, pemerintah malah menerbitkan produk hukum sepihak dengan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna berupa Perppu 2/2022. “Yang diamanahkan (putusan MK  91/PUU-XX/2022, red) apa, yang dikerjakan apa,” ujar Ledia dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).

Baca Juga:

Menurutnya, pemerintahan Jokowi malas dan mengabaikan prosedur pembuatan UU dengan baik. Padahal, bila niat dan patuh terhadap putusan MK, pemerintah masih memiliki waktu satu tahun untuk melaksanakan putusan MK memperbaiki UU 11/2020 dengan melibatkan publik dan membahasnya bersama DPR. Tapi pemerintah secara sadar malah memilih menerbitkan Perppu.

“Langkah Presiden Jokowi ini menunjukkan betapa pemerintah itu malas, meremehkan terhadap pelanggaran dalam hierarki perundang-undangan sekaligus melecehkan DPR sebagaimana diiatur Pasal 20 ayat ((1) dan (2) sebagai pemilik kuasa pembentuk UU bersama presiden,” ujarnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu berpendapat kehadiran Perppu 2/2022 boleh dibilang sebagai bencana UU. Sebab, melalui terbitnya Perppu 2/2022 berpotensi mengganggu, merusak dan merugikan kehidupan bernegara yang demokratis. Perppu memang produk peraturan perundangan yang menjadi hak prerogratif presiden. Tapi, penerbitan Perppu tak bisa sembarangan dikeluarkan presiden.

Tags:

Berita Terkait