F-PKS Kecewa MK Tolak Perluasan Pasal Perzinaan
Berita

F-PKS Kecewa MK Tolak Perluasan Pasal Perzinaan

Padahal, materi permohonan tersebut sangat rasional, objektif, dan konstitusional yang menjadi problem sosial dan ancaman yang nyata kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia ke depan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Menurut dia, ini upaya pencegahan terhadap perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang jelas tertolak menurut jiwa Pancasila dan Konstitusi Negara UUD 1945. "Kita tidak ingin perilaku menyimpang dan penyakit sosial itu semakin marak dan merusak masa depan bangsa kita. Disana ruh dan semangatnya," ujarnya.

 

Dia juga menilai materi permohonan tersebut sangat rasional, objektif, dan konstitusional. Selain itu, dalil-dalil yang disampaikan menjadi problem sosial dan ancaman yang nyata kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia ke depan.

 

"Upaya ini untuk mencegah meluasnya berbagai penyimpangan, kejahatan seksual dan penyakit sosial yang merusak masa depan genarasi bangsa. Uji materi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak, menjaga ketahanan keluarga, dan mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermartabat, dan relijius sehingga Mahkamah seharusnya mengabulkannya," katanya.

Meski begitu, dia berharap putusan MK tersebut tidak boleh membuat masyarakat surut dalam menjaga moralitas dan mengokohkan karakter bangsa. “Fraksi PKS akan terus berjuang menjaga moralitas bangsa dengan regulasi yang terhubung dengan konstitusi dan dasar negara antara lain melalui lewat pembahasan RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas di DPR.”

 

Kamis (14/12) kemarin, MK menolak permohonan uji materi Pasal 284 KUHP (perzinaan), Pasal 285 KUHP (pemerkosaan), dan Pasal 292 KUHP (pencabulan sesama jenis) yang dimohonkan Guru Besar IPB Euis Sunarti Dkk. Intinya, MK beralasan pengujian permohonan Guru Besar IPB Euis Sunarti dkk ini masuk wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (UU).

 

Baca Juga: Dalih Wewenang Pembentuk UU, MK Tolak Perluasan Pasal Perzinaan

 

Dalam petitum permohonannya, para pemohon meminta MK memperluas makna larangan perzinaan, pemerkosaan, dan homoseksual (hubungan sesama jenis) agar sesuai jiwa Pancasila, konsep HAM, nilai agama yang terkandung dalam UUD 1945. Misalnya, memperluas makna perzinaan yang tak hanya terbatas salah satu pasangan atau keduanya terikat perkawinan (27 BW), tetapi termasuk hubungan badan bagi pasangan yang tidak terikat pernikahan (free sex).  Sebab, secara a contrario Pasal 284 KUHP bermakna persetubuhan suka sama suka di luar perkawinan bukan tindak pidana (praktik prostitusi).

 

Berlakunya frasa “perempuan yang bukan istrinya” dalam Pasal 285 KUHP pun seharusnya dimaknai menjadi “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa…”. Artinya, korban perkosaan tak hanya wanita, tetapi faktanya bisa terjadi terhadap laki-laki termasuk perkosaan terhadap sesama jenis yang bisa dipidana.

 

Selain itu, frasa “yang belum dewasa” dan frasa “sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa” dalam Pasal 292 KUHP menunjukkan negara hanya memberi kepastian perlindungan hukum terhadap korban yang diketahuinya yang diduga belum dewasa atau tidak memberi perlindungan terhadap korban yang telah dewasa. Artinya, setiap jenis perbuatan cabul “sesama jenis” baik dewasa ataupun belum dewasa seharusnya dapat dipidana (lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT). (ANT) 

Tags:

Berita Terkait