Fintech Ilegal Rawan Korupsi dan TPPU
Berita

Fintech Ilegal Rawan Korupsi dan TPPU

Selain korporasi, PPATK juga mengawasi 1,3 juta orang termasuk pejabat, politisi dan keluarganya.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi fintech. Ilustrator: BAS
Ilustrasi fintech. Ilustrator: BAS

Penyedia jasa pinjaman uang berbasis online atau financial technology (fintech) yang tidak memiliki izin berpotensi memiliki indikasi korupsi dan pencucian uang. Hal itu dikatakan Ketua KPK Agus Rahardjo saat memberikan sambutan pada acara Rapat Koordinasi Tahunan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2019 di Grand Ballroom Hotel Ayana, Midplaza Selasa (26/2).

“Tadi Pak Wim (Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan-- red) saat berangkat ke sini bisik-bisik ke saya, yang namanya memberikan pinjaman online kalau tidak berizin potensi korupsi sangat besar atau potensi TPPU sangat besar,” kata Agus.

Menurut Agus akan menjadi pertanyaan tersendiri darimana dana yang dimiliki penyedia jasa Fintech untuk memberikan pinjaman uang. Apalagi jika pinjaman tersebut dilakukan secara online tanpa pernah bertatap muka atau mengetahui dimana domisili atau lokasi penyedia jasa.

Oleh karena itu, masyarakat harus jeli memilih penyedia jasa sebelum melakukan peminjaman. “Kalau tidak berizin terbuka kemungkinan dana dari money laundring, maka marilah berizin jadi tahu yang berikan pinjaman itu siapa,” tuturnya.

(Baca juga: Pasal-Pasal Pidana yang Bisa Jerat Perusahaan Fintech Ilegal).

Agus meminta masyarakat untuk tidak segan melaporkan kepada pihak terkait apabila menemukan penyedia jasa Fintech yang tidak berizin serta mencurigakan. Laporan masyarakat sangat penting membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu kejahatan termasuk korupsi dan pencucian uang.

Ia mencontohkan dari 30 Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK tahun 2018 lalu, seluruhnya berasal dari informasi masyarakat. “30 OTT KPK tahun lalu berasal dari laporan, bisa dari Bupati, Sekda, Bappeda, bisa dari pihak dekat, tapi saya tidak perlu uangkapkan. Kalau Bapak/Ibu ada menemukan sesuatu yang melanggar aturan jangan segan-segan memberikan laporan,” terangnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan  OJK akan lebih mudah memantau kegiatan bisnis perusahaan fintech jika telah terdaftar. Ia menegaskan penyedia jasa tidak boleh menyalahgunakan nasabah, termasuk melakukan penipuan.“Tapi kalau enggak daftar, sudah pasti menetapkan suku bunga tinggi, nagihnya juga kasar. Kalau ada yang terdaftar itu gampang kita ambil, kita proses, kalau enggak terdaftar tidak bisa lihat . Dan resiko terjadinya tindak pidana pencucian uang juga lebih besar lantaran gerak OJK terbatas,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait