Fintech Office Diluncurkan Pekan Depan, Ini Fungsinya
Berita

Fintech Office Diluncurkan Pekan Depan, Ini Fungsinya

Sebagai wadah katalisator untuk berdiskusi dan mengkaji bisnis Fintech. Untuk mengkajinya akan dibuat Regulatory Sandbox.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI Ronald Waas mengatakan katalisator bagi perusahaan finansial teknologi (Fintech Office) akan diluncurkan pada pekan depan, tepatnya tanggal 14 November 2016. Fungsi Fintech Office ini adalah sebagai wadah untuk berdiskusi soal bisnis manajemen dan komunikasi hingga koordinasi antara pelaku jasa keuangan.

"Kami akan bangun katalisator untuk Fintech, diskusi soal bisnis manajemen, dan komunikasi dan koordinasi dengan pelaku, regulator melalui Fintech Office," kata Ronald pada Finspire Summit di Jakarta, Rabu (9/11).

Ronald mengatakan Fintech Office akan berperan serupa lembaga "think-thank" yang akan menampung dan membahas terobosan baru dari industri Fintech. Tapi sayangnya, tidak semua segmen bisnis Fintech akan masuk dalam Fintech Office. (Baca Juga: 3 Persoalan Hukum Penghambat Industri Financial Technology)

Wadah katalisator ini dikhususkan untuk segmen bisnis Fintech yang tergolong baru dan belum diatur oleh BI sebagai otoritas sistem pembayaran. "Yang masuk hanya yang breakthrough, semua akan kembali pada cakupan bisnis. Kalau untuk transfer dana atau uang elektronik itu kan sudah diatur sebelumnya," kata Ronald.

Untuk mengkaji terobosan baru dalam Fintech itu, lanjut Ronald, BI juga akan membuat Regulatory Sandbox. Di luar negeri, Regulatory Sandbox kerap menjadi wadah untuk menguji sebuah ketentuan atau regulasi sebelum diluncurkan. Dalam Regulatory Sandbox untuk Fintech, pelaku industri dapat menguji produk atau model baru di industri Fintech.

Ronald menekankan pentingnya Fintech Office dan Regulatory Sandbox ini agar BI dapat memfasiltasi perkembangan pesat Fintech. Selain itu, Fintech Office sekaligus dapat memitigasi risiko dan menjaga unsur kehati-hatian terutama dalam aspek perlindungan konsumen.

Untuk diketahui, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini terdapat 120 perusahaan Fintech dengan total aset Rp100 miliar. Jumlah aset Fintech itu meningkat 50 persen dibandingkan dengan total aset pada awal 2015. (Baca Juga: 6 Poin yang Akan Diatur dalam Peraturan OJK tentang Fintech)

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan, regulasi mengenai Fintech akan rampung pada akhir tahun ini. Bahkan, OJK telah membentuk Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan yang terdiri dari gabungan sejumlah satuan kerja di OJK. Tim ini bertugas untuk mengkaji dan mempelajari perkembangan Fintech dan menyiapkan peraturan serta strategi pengembangannya.

“OJK secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena Fintech ini, agar OJK dapat mengawal evolusi ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan dan terus menjamin perlindungan konsumen,” ujar Rahmat. (Baca Juga: Akhir Tahun, OJK Siap Terbitkan Aturan Fintech)

Menurutnya, kehadiran Fintech bagi OJK selaku otoritas industri jasa keuangan merupakan peluang untuk terus meningkatkan perkembangan sektor jasa keuangan termasuk mendorong program inklusi keuangan. Namun, lanjut Rahmat, kehadiran Fintech juga menjadi tantangan bagi OJK untuk memastikan keandalan, efisiensi dan keamanan dari transaksi online tersebut agar tidak merugikan konsumen.
Tags:

Berita Terkait