Laporan Khusus ST 2001
Rantap Pembaruan Agraria dan PSDA Hanya Setengah Hati
Berita

Laporan Khusus ST 2001
Rantap Pembaruan Agraria dan PSDA Hanya Setengah Hati

Koalisi Ornop PAPSA tidak sependapat dengan HKTI yang menginginkan pemisahan Rantap Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Sayangnya, koalisi melihat, penyatuan itu dilakukan setengah hati.

Oleh:
Awi/APr
Bacaan 2 Menit
<font size='1' color='#FF0000'><b>Laporan Khusus ST  2001</b></font><BR>Rantap Pembaruan Agraria dan PSDA Hanya Setengah Hati
Hukumonline

Munculnya banyak konflik agraria yang merebak di mana-mana dan adanya ketimpangan struktur penguasaan tanah dan sumber daya alam yang tajam serta merosotnya mutu sumber daya alam selama ini, mendasari Koalisi Ornop Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam (PAPSA) mendesak MPR untuk mengesahkan Rantap Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam ST MPR 2001.

Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya sektoralisme hukum dan kelembagaan yang menjadi salah satu sumber masalah-masalah tersebut. "Namun kami sayangkan, penyatuan tersebut dilakukan setengah hati. Tidak ada integrasi konsepetual yang memadai antara keduanya," cetus Nur Fauzy dari koalisi ornop.

Selain itu, pihaknya juga menyayangkan terjadinya penyempitan wilayah berlakunya landreform dalam rantap yang dihasilkan BP MPR tersebut. Implikasinya, rumusan landreform itu tidak dapat diberlakukan nantinya pada tanah-tanah di dalam kawasan hutan negara yang dikuasai Departemen Kehutanan.

Juga pada wilayah-wilayah pertambangan yang dikelola Departemen Pertambangan dan tanah-tanah di wilayah pesisir dan laut yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Pesisir. Artinya, landreform tersebut hanya akan diperuntukkan pada wilayah daratan saja sebagai tanah pertanian dan perkotaan yang besarnya  tidak lebih dari 30 persen saja dari wilayah daratan yang ada di Indonesia.

Sementara itu dari 147 juta hektare wilayah daratan seluruh Indonesia, sebanyak 120 juta hektarenya merupakan kawasan hutan negara. Harusnya, menurut Nur Fauzy, penataan kawasan hutan negara tersebut juga masuk dalam penataan penguasaannya 147 juta hektare itu.

Fauzy beralasan bahwa ada banyak konflik-konflik di atas kawasan hutan negara sebesar 120 juta hektare itu yang menyangkut kawasan-kawasan masyarakat hukum adat dan ada kawasan masyarakat lokal lainnya.

"Jadi sebenarnya harus ada semacam penataan penguasaan yang intinya harus dikembalikan lebih dulu hak mereka, baru kemudian sumber daya alam yang telah rusak di kawasan-kawasan itu ditata kembali," tandas Fauzy. Pembaruan itu pun tidak hanya dilakukan pada pembaruan agraria saja, tapi juga pembaruan sistem pengelolaan sumber daya alamnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: