Force majeure merupakan peristiwa hukum karena pada umumnya menimbulkan akibat hukum seperti banjir atau gempa bumi yang membuat salah satu pihak tidak dapat memenuhi isi perjanjian terhadap pihak lainnya.
Di dalam KUHPerdata, force majeure diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 yang dalam bagian mengenai ganti rugi karena force majeure merupakan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi.
Dalam artian singkat, peristiwa atau ruang lingkup force majeure yang tersirat dalam pasal-pasal tersebut meliputi:
1. Peristiwa alam seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi.
2. Kebakaran
3. Musnah atau hilangnya barang objek perjanjian
Baca Juga:
- OJK Revisi Aturan Perlakuan Khusus Daerah Terkena Dampak Bencana
- Gempa Bumi Merupakan Peristiwa Hukum? Begini Penjelasannya
Semua manusia, termasuk janin, bayi, dan orang yang sakit ingatan adalah subjek hukum. Karena subjek hukum meliputi hal berikut:
1. Pribadi kodrati yaitu manusia tanpa terkecuali
2. Pribadi hukum yang mungkin berupa suatu keutuhan harta kekayaan seperti wakaf dan suatu bentuk susunan relasi seperti perseroan terbatas dan koperasi berbadan hukum.
3.Tokoh, dikorelasikan dengan ‘status’, seperti pewaris dan ahli waris dalam hukum kewarisan.
Klausul force majeure hampir selalu ada di dalam kontrak yang dibuat. Keberadaan force majeure berguna untuk mengantisipasi hal yang mungkin terjadi di masa depan dan berpotensi menyebabkan konflik antar pihak yang berhubungan. Sebagai konsekuensinya, pihak debitur dapat dibebaskan dari tuntutan ganti rugi akibat force majeure.