Genades Panjaitan, Keinginan Mengajar Membawanya Raih Puncak Karier di Sektor Migas
Berita

Genades Panjaitan, Keinginan Mengajar Membawanya Raih Puncak Karier di Sektor Migas

Menerima tawaran untuk bekerja di perusahaan migas agar bisa melanjutkan studi dan menjadi dosen. Akhirnya, ia terus berkecimpung hingga mencapai puncak kariernya.

Oleh:
KAR/RZK/YOZ
Bacaan 2 Menit
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan. Foto: RES
Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan. Foto: RES
Akhir tahun lalu, PT Pertamina (Persero) mendapatkan tiga penghargaan sekaligus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Pertamina ke-58, perusahaan pelat merah itu didaulat sebagai BUMN yang telah menerapkan pengendalian gratifikasi dengen nilai gratifikasi terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara sepanjang tahun 2015.

Selain itu, Pertamina juga menjadi BUMN yang telah menerapkan pengendalian gratifikasi dengen jumlah laporan gratifikasi terbanyak sepanjang tahun 2015. Serta, sebagai BUMN dengan unit pengendali gratifikasi terbaik tahun 2015.

Salah satu orang yang sangat berkaitan dengan prestasi itu adalah Chief Legal Counsel & Compliance Pertamina, Genades Panjaitan. Sebab, Genades bertanggung jawab terhadap kepatuhan perusahaan terhadap aturan dan hal-hal terkait hukum. Di kantornya, Genades bercerita bagaimana perjalanan kariernya malang melintang di sektor migas. Berikut petikan wawancaranya:

Anda telah 14 tahun berkecimpung di sektor migas. Apakah sewaktu kuliah memang sudah menaruh minat terhadap isu-isu migas?
Waktu kuliah S1 belum ada ketertarikan terhadap migas. Sejujurnya saya lebih senang ke sektor ekonomi dan isu pembaharuan hukum. Saya melihat bahwa salah satu motor pembaharuan hukum adalah ekonomi.

Lalu kenapa justru banyak bergelut di sektor migas?
Dulu pembimbing saya saat kuliah adalah Profesor Sunaryati Hartono, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Wakil Ketua Komisi Ombudsman Nasional. Saat selesai skripsi beliau tanya saya setelah lulus mau kemana orientasi saya. Saya bilang saya mau mengajar sebagai dosen.

Kemudian, Prof. Sunaryati malah menyampaikan bahwa PT Caltex Pacifik Indonesia sedang membutuhkan lawyer dan beliau berkenan merekomendasikan saya. Saya pikir, perusahaan asing biasanya ada jalur untuk bisa melanjutkan studi. Karena awalnya saya ingin menjadi dosen, saya langsung berharap dengan bekerja di sana bisa melanjutkan studi dulu supaya nanti jadi dosen. Maka, tawaran Prof. Sunaryati saya terima.

Setelah hampir 4 tahun bekerja, datanglah kesempatan saya melanjutkan studi. Semua biaya ditanggung dan bebas memilih sekolah manapun. Sebelumnya, ada pendahulu saya yang melanjutkan ke Southern University di Dallas, AS. Saya pikir, saya harus lebih baik. Maka saya mendaftar ke Harvard dan Berkeley. Saya diterima di keduanya. Tetapi, untuk Harvard ada syarat tambahan yang harus dipenuhi. Akhirnya saya pilih Berkeley saja yang sudah jelas menerima.

Apa tema skripsi yang Anda ambil?
Saya menulis kripsi pada tahun 1987. Waktu itu saya mengambil tema mengenai kesiapan hukum terhadap penggunaan komputer. Lalu, saya tulis bagaimana konteks hukumnya untuk bisa menyentuh orang-orang yang melakukan kejahatan siber.

Untuk memperdalam pengetahuan soal komputer, saya sampai kuliah dua. Saya ambil D3 di Institut Teknologi Bandung.

Kemudian, apa yang ditulis saat tesis jenjang master?
Tahun 1996 saya menulis tesis tentang lingkungan. Saya konsen terhadap isu oil pollution. Memang maksudnya oil pollution yang terlait migas, tapi ada irisannya dengan lingkungan.  Jadi, bukan hanya migas aja. Banyak kasus di Caltex soal itu.

Waktu itu kan peraturan hukum kita belum begitu lengkap. Jadi saya ingin tahu lebih jauh. Makanya saya ambil topik itu tesisnya.

Anda juga sempat mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. Apa motivasi yang terpikir?
Saya berpikir kita harus melihat konsep secara lebih luas. Kalau penyelesaian masalah korupsi ini adalah perang terus, tidak akan pernah selesai. Kita harus mencoba memperbaiki komunitas yang anti korupsi, yang ingin korupsi ini diberantas. 

Sehingga waktu itu saya berpikir, kita perlu Perpu darurat. Konsep itu yang sebenarnya saya bawakan. Untuk penegakan saya konsepnya gampang, “dor”. Nggak mau setengah-setengah. Jadi untuk “dor” itu hukuman mati salah satu konsep penegakan hukumnya. Kita lihat ini persoalan nasional harus melihat penyelesaian juga secara nasional.

Pengertian “dor” harfiah hukuman mati atau “dor” yang tegas?
Iya, harus ada juga hukuman mati. Kalau masih ringan tentunya tidak langsung dihukum mati. Juga harus ketat bahwa untuk korupsi ini ancamannya hukuman mati. Jangan terlalu banyak berwacana di penegakannya. Jadi perlu ditangani pencegahan ini tidak hanya perlu kita bicara program-program sistem. Sehingga komunitas yang seimbang tadi akan lebih banyak akan berpindah ke komunitas anti korupsi.

Anda sudah pernah bekerja di perusahaan asing dan sekarang berkarier di perusahan nasional. Anda juga pernah mendaftar sebagai pimpinan KPK. Apakah puncak karir Anda sudah tercapai?
Sebenarnya saat ini saya juga mengajar di Universitas Indonesia. Saya pikir dengan berbagi pengetahuan, kebahagian itu muncul.

Tags:

Berita Terkait