Giliran KSBSI Ajukan Uji Formil dan Materil UU Cipta Kerja
Utama

Giliran KSBSI Ajukan Uji Formil dan Materil UU Cipta Kerja

Uji formil terhadap klaster ketenagakerjaan dan uji materil untuk 25 pasal dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. KSBSI minta MK mengabulkan uji formil dan uji materil untuk seluruhnya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Kekecewaan buruh diekspresikan lewat berbagai demonstrasi dan mendesak pemerintah untuk membahas RUU Cipta Kerja bersama buruh. Melalui Menteri Ketenagakerjaan, Elly dkk menyebut pemerintah membentuk tim tripartit guna membahas setiap pasal dalam UU Cipta Kerja terutama klaster ketenagakerjaan. Pembahasan tripartit dilakukan selama 10 hari pada Juli 2020. Serikat buruh yang masuk dalam tim tripartit yakni KSBSI, KSPSI (pimpinan Yorrrys Raweyai), K-Sarbumusi, KSPN, FSP Kahutindo, dan FSP BUN.

Kendati forum tripartit itu bukan untuk mengambil keputusan, tapi Elly dkk menjelaskan secara prinsip pengusaha sepakat Pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dihapus dengan syarat menghapus pasal 61A yang intinya mengatur kompensasi bagi PKWT yang berakhir masa kerjanya.

Kemudian bagian kedua Bab IV UU Cipta Kerja dihapus. Tapi ketika UU Cipta Kerja terbit kesepakatan itu tidak diakomodir karena norma yang diatur Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan harapan buruh dan pengusaha sebagaimana kesepakatan dalam forum tripartit.

“Pemerintah dan DPR tetap memangkas atau mematikan norma batas waktu PKWT. Maksimal lama kontrak 3 tahun juga dihapus. Sehingga kontrak/PKWT dapat berlangsung seumur hidup,” kata Elly. (Baca Juga: Proses Legislasi Ugal-Ugalan UU Cipta Kerja Dipersoalkan ke MK)

Selain itu, UU Cipta Kerja memuat sejumlah pasal yang tidak pernah disepakati dalam forum tripartit seperti Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 37 Bagian Kedua, Bab IV UU Cipta Kerja. Lebih aneh lagi, kaya Elly, mengutip pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut UMSP tidak dihapus. Padahal ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja jelas menghapus upah minimum sektoral. Sejumlah fakta itu menunjukkan proses pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan terburu-buru dan tidak partisipatif, sehingga menimbulkan persoalan serius secara formil dan substansial.

Soal pengujian materil, Elly menjelaskan sejumlah pasal dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja secara umum mengurangi hak-hak dasar buruh dan serikat buruh ketimbang yang diatur selama ini dalam UU Ketenagakerjaan. Misalnya, Pasal 57, 59, 61, dan Pasal 156. Berbagai materi UU Cipta Kerja ini dinilai bertentangan dengan beberapa instrumen hukum internasional, seperti konvensi ILO dan Duham.

Elly menilai Pasal 57 UU Ketenagakerjaan yang diubah UU Cipta Kerja karena menghapus sanksi bagi PKWT yang tidak dibuat tertulis. Sanksi yang diatur sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan yakni beralihnya hubungan kerja dari PKWT menjadi PKWTT (pegawai tetap).  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait