Gunakan Class Action, Warga Daftarkan Gugatan Banjir ke Pengadilan
Berita

Gunakan Class Action, Warga Daftarkan Gugatan Banjir ke Pengadilan

Tim advokasi mewakili 243 warga yang mengalami kerugian Rp42,3 miliar.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Banjir di Jakarta pada pergantian tahun 2019-2020, Foto: RFES
Banjir di Jakarta pada pergantian tahun 2019-2020, Foto: RFES

Gugatan perwakilan kelompok atau kelas (class action) adalah salah satu model gugatan yang dapat digunakan warga masyarakat untuk mempersoalkan suatu tindakan, atau tidak melakukan tindakan sehingga warga mengalami kerugian. Sejumlah peraturan perundang-undangan Indonesia berkaitan dengan lingkungan mengatur hak masyarakat mengajukan gugatan, termasuk dengan class action.

Model gugatan inilah yang dipilih sejumlah warga untuk mengajukan gugatan terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Mereka mengklaim mewakili 243 warga DKI yang mengalami kerugian akibat banjir yang terjadi menjelang dan setelah pergantian tahun 2019-2020, dua pekan lalu. Para penggugat sudah mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (14/1) kemarin.

Tim Advokasi Banjir, tim kuasa hukum yang mendampingi warga, beralasan Pemerintah DKI, khususnya Gubernur Anies Baswedan, lalai menjalankan kewajiban hukum. Azas Tigor Nainggolan, salah seorang anggota tim advokasi, menjelaskan salah satu kewajiban dimaksud adalah melindungi warga DKI Jakarta dan orang yang berada di Jakarta agar tidak terdampak buruk banjir yang terjadi. Dengan kata lain, di mata Tim Advokasi, pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Gubrnur tidak menjalankan tugas mencegah dan menangani dampak banjir dengan benar.

(Baca juga: Korban Banjir Ingin Gugat Pemerintah, Apa Dasar Hukumnya?).

Azas Tigor mencontohkan peringatan dini (warning system). “Apa (tugas yang dilalaikan) itu? Satu, melakukan sistem peringatan dini. Seperti biasa sebetulnya di Jakarta kalau ada banjir itu ada informasi yang diberikan pada masyarakat, sehingga masyarakat punya waktu mempersiapkan, lalu tidak jalannya sistem bantuan darurat atau emergency response," kata Azas Tigor di PN Jakarta Pusat.

Menurut Tigor fakta ada di lapangan banyak korban banjir tidak mendapatkan bantuan sebagaimana mestinya. Bahkan sejumlah warga mengevakuasi diri sendiri, sampai ada yang akhirnya mengevakuasi di halte TransJakarta, di pinggir tol. Tidak hanya itu, di Jakarta Utara, itu warga juga tidur di kontainer. "Itu bukti bahwa emergency response nggak jalan. Jadi, itu yang menjadi dasarnya ya bahwa kita gugat Gubernur DKI Jakarta atas dasar perbuatan melawan hukum," pungkasnya.

Tigor mengklaim setidaknya ada 243 warga yang diwakili oleh Tim Advokasi dari 5 wilayah yaitu Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat. Total kerugian warga yang diwakili akibat bencana ini menurutnya sebesar Rp42,3 miliar.

Alvon Palma, kuasa hukum warga lainnya mengatakan pihaknya menilai jika memang Pemprov DKI Jakarta sudah bisa mengantisipasi banjir, maka paling tidak ada perencanaan strategis dari program-program tersebut. Nah tapi program pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut dianggap tidak ada atau tidak berjalan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait