Guru Besar FH UGM: Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Harus Independen
Utama

Guru Besar FH UGM: Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Harus Independen

Seorang dosen yang melihat aturan regulasi yang tidak baik, harus bisa menyuarakannya.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto. Foto: tangkapan layar youtube
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto. Foto: tangkapan layar youtube

Terbitnya Permen PANRB No. 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional membuat dosen dianggap sebagai administrator di dalam sebuah birokrasi. Dosen dikualifikasikan sama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga akibat hukumnya, dosen sebagai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintahan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto, mengungkapkan perlu adanya pengelolaan perguruan tinggi termasuk juga dalam menempatkan otonomi dan fleksibilitas. Hal ini disampaikannya dalam webinar bertajuk Quo Vadis Pendidikan Tinggi Pasca Permen PANRB No.1 Tahun 2023, Sabtu (6/5) lalu.

“Pertama bagaimana kita para dosen bisa mengelola disparitas dan kesempatan negara untuk melakukan regulasi dalam konteks Bhineka Tunggal Ika. Kedua, bagaimana kondisi perguruan tinggi harus dipahami, sehingga ketika membuat regulasi itu tidak hanya sesuai dengan bisnis proses, tetapi harus ada pertimbangan yang sifatnya trust. Ketiga, bagaimana kita menempatkan perguruan tinggi pada satu sisi memiliki otonomi dan di sisi lain mempertimbangkan dan berkontribusi pada masyarakat dimana perguruan tinggi itu didirikan,” jelasnya.

Baca Juga:

Menurut Sigit, terbitnya Permen PANRB No.1 Tahun 2023 yang mengatur jabatan fungsional dosen telah mengabaikan karakter dari perguruan tinggi. Harus ada otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik, sehingga penyelenggaraan perguruan tinggi independen dari kekuasaan politik.

Sementara, Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Teknologi Bandung (ITB), Iwan Pranoto, mengatakan perguruan tinggi di Indonesia mempunyai mandat yang unik.

“Peran perguruan tinggi di Indonesia itu punya mandat yang unik dan berbeda, terutama untuk menyelesaikan permasalahan bangsanya dan untuk menggagas peradaban masa depan, dalam hal itu artinya perguruan tinggi bagian dari bangsa dan negara. Tetapi di sisi lain para dosen juga harus mengikuti aturan regulasi yang ada,” ujar Iwan di acara yang sama.

Peran dosen dinilai sangat krusial, karena selain memikirkan masa depan bangsanya, ia juga harus menentukan arah dirinya sendiri ke depannya. “Ketika seorang dosen melihat aturan regulasi yang tidak baik, maka ia harus bisa menyuarakannya. Jadi tidak ada dosen yang harus menunggu, sehingga kita berharap perguruan tinggi memang bersuara,” imbuhnya.

Iwan turut mempertanyakan regulasi Permen PANRB yang dikirimkan dari Kementerian PANRB ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, hingga sampai di tangan dosen-dosen di fakultas tidak ditelaah oleh pihak rektorat dan dekan dan hanya seperti ‘tempat pos’ saja, sehingga dinilai tidak bisa menyuarakan apa yang seharusnya diperjuangkan.

“Perannya rektor dan dekan itu apa di situ, betul-betul seperti kantor pos ya, hanya meneruskan surat dari Menpan hingga ke dosen. Saya pikir kita punya peran yang harus diingatkan lagi bahwa kita itu dosen harus punya panggilan bukan hanya sekadar sebagai birokrasi,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait