Guru Besar Ini Jelaskan Konsep Keadilan Restoratif dalam RKUHP
Utama

Guru Besar Ini Jelaskan Konsep Keadilan Restoratif dalam RKUHP

Ada beberapa tantangan penerapan keadilan restoratif diantaranya penerapannya belum optimal; belum ada persamaan persepsi antar aparat penegak hukum terkait penanganan anak berhadapan dengan hukum untuk kepentingan terbaik anak; koordinasi antar aparat penegak hukum masih terkendala.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Dia mencontohkan dalam Bab Tujuan Pemidanaan Pasal 58 ayat (1) huruf c, d RKUHP 2015, disebutkan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat; menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana (lihat Pasal 51 draf RKUHP 2019).

Dalam Bab Pedoman Pemidanaan Pasal 53 draf RKUHP 2019 disebutkan mengadili perkara pidana, hakim wajib menegakan hukum dan keadilan. Jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan. Pasal 54 ayat (1) huruf h-k RKUHP 2019 disebutkan pemidanaan wajib mempertimbangkan pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana; pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dalam Pasal 70 ayat (1) draf RKUHP 2019 disebutkan dengan tetap mempertimbangkan Pasal 52 dan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan: terdakwa adalah Anak; terdakwa berusia di atas 75 tahun; terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana; kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar; terdakwa telah membayar ganti rugi kepada korban; terdakwa tidak menyadari tindak pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian besar; tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain.

“Sedangkan, jenis pidana diatur Pasal 65 yakni Pidana Pokok berupa pidana penjara; pidana tutupan; pidana pengawasan; pidana denda; dan pidana kerja sosial. Pasal 66 yakni Pidana Tambahan berupa pencabutan hak tertentu; perampasan barang tertentu dan/atau tagihan; pengumuman putusan hakim; pembayaran ganti kerugian; dan pemenuhan kewajiban adat setempat,” ujar Penulis Buku Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara Pidana di Luar Pengadilan (2008) ini.   

Mantan Dekan FH Undip periode 1992-1998 ini melanjutkan terkait gugurnya kewenangan penuntutan diatur Pasal 132 draf RKUHP 2019 yang menyebutkan kewenangan menuntut gugur jika: telah ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap seseorang atas perkara yang sama; tersangka atau terdakwa meninggal dunia; kedaluwarsa; maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang hanya diancam pidana denda paling banyak kategori III; maksimum pidana denda kategori IV dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

”Ditariknya pengaduan bagi Tindak Pidana aduan; atau diatur dalam Undang-Undang (khusus, red).” (Baca Juga: Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan)

Tantangan

Dosen FH Undip Nur Rochaeti ada beberapa tantangan penerapan keadilan restoratif. Seperti penerapannya belum optimal; belum ada persamaan persepsi antar aparat penegak hukum terkait penanganan anak berhadapan dengan hukum untuk kepentingan terbaik anak; terbatasnya sarana dan prasarana penanganan perkara anak selama proses di pengadilan; koordinasi antar aparat penegak hukum masih terkendala.

Tags:

Berita Terkait