Musica Studios telah melayangkan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada akhir November lalu dengan Nomor perkara 63/PUU-XIX/2021. Musica Studio menguji empat pasal dalam UU Hak Cipta yakni Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, dan Pasal 63 ayat (1) huruf b. MK pun telah menggelar sidang perdana pengujian sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta pada Senin (13/12) di Ruang Sidang Pleno MK.
PT Musica Studios mempersoalkan berlakunya Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, Pasal 63 ayat (1) huruf b UU Hak Cipta terkait kepemilikan hak cipta berupa ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik, karya pertunjukan, dalam jangka waktu tertentu bisa beralih kepada pencipta/pelaku pertunjukan. Pemohon sebagai Produser/Produser Rekaman dalam melaksanakan bisnis usahanya membuat/memproduksi Fonogram, selalu didahului dengan membuat perjanjian terlebih dahulu dengan Pencipta.
Menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Hak cipta yang dimaksudkan Pemohon adalah hak ekonomi. Pemohon mendalilkan Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus. (Baca Juga: Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia Merasa Dirugikan Terkait Aturan Royalti)
“Sebab pasal tersebut memberi ketentuan batas waktu atas sebuah karya cipta, yang kemudian suatu karya tersebut harus dikembalikan pada pemilik cipta setelah 25 tahun. Pemohon menilai ketentuan tersebut merugikan karena hanya berstatus sebagai penyewa dan sewaktu-waktu harus mengembalikan hak tersebut pada pencipta karya,” ujar Otto Hasibuan dalam sidang pendahuluan yang diketuai Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang digelar secara virtual, Senin (13/12), lalu seperti dikutip laman MK.
Permohonan uji materi tersebut mendapat atensi dari Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI). Dalam sebuah diskusi daring, Minggu (19/12), Ketua Umum FESMI Candra Darusman mengaku tak menyangka jika pengujian materi atas hak cipta ini dimulai dari dapur rekaman.
“Tatkala FESMI didirikan 2 tahun lalu, kami sadar akan menemui situasi seperti saat ini, situasi di mana pengusaha melakukan offensif terhadap hak-hak dari musisi, pencipta lagu, penyanyi. Kami sadar semua hal-hal ini akan ditemui, tapi tidak menyangka kalau pertemuan dengan kasus ini berawal dari dunia rekaman,” kata Candra.
Candra melihat digitalisasi bisa menjadi pemicu adanya permohonan uji materi ini. Perusahaan rekaman, lanjut Candra, dinilai ingin melakukan digitalisasi terhadap master-master lagu lawas untuk kemudian diangkat ke dunia digital stream.