Hak Konstitusional Kelompok Penghayat Masih Dikebiri
Berita

Hak Konstitusional Kelompok Penghayat Masih Dikebiri

Kementerian Agama dituding sebagai salah satu penyebabnya.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit

Selain tidak dapat mencatatkan perkawinannya, dampak lain dari tidak diakuinya ajaran ini di Indonesia, hak-hak sipil bagi kelompok penghayat tidak dipenuhi negara. Jika perkawinan tidak tercatat,kelompok penghayat kesulitan dalam memperoleh akta kelahiran dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dewi merasa mirismelihat realitas bahwa negara melanggar hak konstitusi rakyatnya untuk bebas memeluk suatu kepercayaan. Negara telah menempatkan kelompok penghayat sebagai seorang yang perlu dibina karena dianggap tidak bertuhan. Padahal, aliran kepercayaan dari kelompok penghayat adalah suatu aliran yang menggali nilai-nilai spiritual nusantara yang diwariskan leluhur. Ajaran nusantara memiliki “Tuhan”nya masing-masing dengan caranya masing-masing.“Sekarang, mari kita dengan niat tulus menghentikan dosa kemanusiaan ini,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama Republik Indonesia, Kustini menolak berkomentar terkait hal ini.  Kendati demikian, Ia menampik persoalan ini disebabkan karena Kementerian Agama.

Menurutnya, Kementerian Agama tidak pernah mengatakan Indonesia hanya mengakui enam agama sebagaimana tertuang dalam UU No.1 Tahun 1965. Redaksi yang terdapat dalam undang-undang tersebut hanya menyebutkan agama mayoritas yang dipeluk rakyat Indonesia, bukan agama yang diakui.

Namun, Kustini memang mengakui bahwa dalam implementasinya adalah redaksi dari agama mayoritas yang dipeluk rakyat Indonesia menjadi agama yang diakui. Hal ini telah terjadi salah kaprah terkait pengertian agama yang diakui. Salah kaprah pemahaman ini, terlihat dari Pasal 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menggunakan kata-kata “diakui”.

Persoalan ini, kata dia, justru ranah Kementerian Dalam Negeri. Karena erat hubungannya dengan persoalan administrasi kependudukan. “Persoalan ini lebih banyak menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. Karena, persoalan pencatatan kependudukan adalah tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri,” pungkasKustini.

Berdasarkan catatan hukumonline, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sudah pernah membuat Peraturan Bersama No. 43 dan 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Tags: