Hak Veto Menko, Bagaimana Hukum Tata Negara Melihatnya?
Berita

Hak Veto Menko, Bagaimana Hukum Tata Negara Melihatnya?

Kewenangan akhir tetap berada di tangan Presiden.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo bersama sejumlah anggota kabinet dan pimpinan lembaga negara setingkat menteri. Foto: RES
Presiden Joko Widodo bersama sejumlah anggota kabinet dan pimpinan lembaga negara setingkat menteri. Foto: RES

Presiden Joko Widodo telah memperkenalkan anggota kabinet ‘pelangi’ kepada publik. Dalam pernyataan terbuka, Presiden menegaskan para menteri itu bertugas membantu presiden untuk melaksanakan visi dan misi presiden. Para menteri itu harus melaksanakan visi presiden, bukan visi menteri.

Untuk menjaga agar visi presiden dijalankan para menteri, muncul usulan agar Menteri Koordinator (menko) diberi hak ‘veto’. Ada empat Menko di pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yakni Menko Polhukham yang dijabat Moh. Mahfud MD, Menko Maritim dan Investasi yang dijabat Luhut Binsar Panjaitan, Menko Perekonomian yang dijabat Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang dijabat Muhadjir Effendy.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD  mengatakan Kemenko bertugas mengawal visi besar presiden. Tujuannya supaya dapat diimplementasikan para pembantunya  di kementerian dan lembaga setingkat menteri. Pendek kata, Menko melakukan koodinasi sinkronisasi dan harmonisasi terhadap kebijakan yang diterbitkan para menteri. Kemenko mengkoordinasikan tugas-tugas kementerian yang menjadi wewenang masing-masing.

“Presiden mengatakan Menko boleh memveto kebijakan Menteri yang ada dibawahnya kalau dia bertindak sendiri, apalagi sampai bertentangan dengan kebijakan Presiden maupun kebijakan Kementerian lain yang sejajar,”  ujarnya.

(Baca juga: Kemenko Maritim Membawahi Urusan Investasi, Apa Urgensinya?).

Lantas, bagaimana hukum tata negara memandang ‘veto’ pada Kemenko? Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono berpandangan kedudukan menteri negara pada prinsipnya sama sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 UUD 1945. Ayat (1) menyebutkan, ‘Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara’. Ayat (2) menyebutkan, ‘Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden’. Selanjutnya, ayat (3) pasal yang sama menyebutkan ‘Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan’.

Rumusan tadi memperlihatkan kedudukan para menteri dari perspektif hukum tata negara. “Jadi dari sisi konstitusi kedudukan sesama menteri sejajar sebagai pembantu presiden,” ujarnya kepada hukumonline, Sabtu (26/10).

Dalam UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebut nomenklatur Menteri Koordinator. Nomenklatur ini tidak bersifat wajib karena sifatnya ‘dapat’ dibentuk. Kemenko bertugas melakukan koordinasi dan sinkronisasi.  Namun, tidak ada masalah sepanjang presiden memiliki kebijakan memfungsikan Menko memiliki hak veto untuk membatalkan, atau menolak kebijakan menteri lain yang tidak sejalan dengan visi presiden serta bertentangan dengan kementerian lain. Masalah timbul jika kewenangan memveto kebijakan menteri lain tidak dibatasi.

Tags:

Berita Terkait