Oleh karena itu, kata Hikmahanto, bagi para pengusaha Indonesia tidak ada pilihan lain selain mengikuti budaya hukum pengusaha Eropa atau yang memiliki tradisi Eropa.
“Saya mengamati banyak sengketa dalam sepuluh tahun terakhir yang melibatkan pengusaha Indonesia yang berujung ke pengadilan dan arbitrase, dimana kontrak menjadi rujukan untuk pengadilan mengambil putusan,” ujarnya.
Sebuah kontrak akan berisi bahasa hukum. Bahasa hukum adalah kata atau kalimat yang memiliki potensi untuk dibawa ke lembaga penyelesaian sengketa termasuk pengadilan dan arbitrase. Oleh karena itu, penting bagi para pengusaha untuk menyerahkan pembuatan kontrak kepada pihak yang terampil yaitu advokat atau notaris.
“Advokat atau notaris dalam merancang atau menelaah kontrak harus teliti dan cermat. Khusus bagi advokat, harus berpihak pada pihak yang memberi kuasa. Harapannya saya ingatkan tidak hanya advokat, tetapi juga pejabat pemerintahan juga harus punya pemahaman bagaimana cara membuat perjanjian internasional,” lugasnya.