Hakim Agung Ini Beberkan Dampak Positif Atas Penerapan SKB Pedoman UU ITE
Terbaru

Hakim Agung Ini Beberkan Dampak Positif Atas Penerapan SKB Pedoman UU ITE

Setelah terbit SKB ada tren yang baik, hakim mulai mengerti apa yang dimaksud penghinaan dan menyerang kehormatan. Misalnya, mengkritik produk atau kebijakan atau pelayanan tertentu itu bukan penghinaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Suharto saat webinar peluncuran laporan penelitian berjudul 'Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia', Rabu (30/11/2022). Foto: ADY
Hakim Agung Suharto saat webinar peluncuran laporan penelitian berjudul 'Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia', Rabu (30/11/2022). Foto: ADY

Undang-Undang (UU) No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diperbarui terakhir melalui UU No.19 Tahun 2016 kerap disorot kalangan masyarakat sipil. UU ITE disebut sebagai salah satu kebijakan yang mempersempit ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat sipil.

Pemerintah berupaya agar UU ITE tak mudah menjerat masyarakat sipil sebagai korban dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri masing-masing No.229, 154, dan KB/2/VI Tahun 2022. SKB itu memuat ketentuan tentang pedoman implementasi pasal-pasal tertentu dalam UU ITE.

Baca Juga:

Hakim Agung Kamar Pidana MA Suharto merespon riset yang dilakukan LeIP terhadap 134 kasus yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hasil riset itu menyimpulkan antara lain pengaturan dan putusan pengadilan belum maksimal melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Suharto melihat banyak masyarakat sipil yang terjerat UU ITE dan dijatuhi pidana yang cukup berat. Misalnya dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang intinya mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam ranah digotal. Tapi sejak terbit SKB tentang pedoman implementasi UU ITE itu trennya berubah. SKB itu memberi dampak terhadap hakim dalam mempertimbangkan putusan.

“SKB itu mengatur beberapa hal seperti menurunkan ancaman pidana penjara dan mengubah delik menjadi aduan,” kata Suharto dalam webinar peluncuran laporan penelitian berjudul “Melindungi Ekspresi: Analisis Pidana dan HAM atas Putusan Pengadilan di Indonesia,” Rabu (30/11/2022).

Mengingat hakim tidak bisa menolak pemeriksaan perkara, Suharto menyebut hakim akan melihat peristiwa konkret. Dalam pemeriksaan di persidangan hakim akan memeriksa delik yang didiakwakan kemudian dipertimbangkan. Untuk ketentuan Pasal 27 ayat (3) hakim melihat apakah unsur dalam delik tersebut terpenuhi atau tidak. Jika terpenuhi maka terbukti secara sah dan dinyatakan bersalah.

Tapi sejak terbit SKB pedoman UU ITE, Suharto melihat ada tren positif dalam putusan pengadilan. Bahkan Suharto mengaku pernah mengadili perkara yang berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dari berbagai putusan terkait pasal tersebut ada pengadilan tingkat pertama yang membebaskan terdakwa, mengenakan pidana percobaan, dan lainnya.

“Setelah terbit SKB ada tren yang baik, hakim mulai mengerti apa yang dimaksud penghinaan dan menyerang kehormatan. Mengkritik produk atau kebijakan atau pelayanan tertentu itu bukan penghinaan, hakim makin mengerti itu bukan bagian dari penghinaan,” ujarnya.

Suharto berpendapat tren ke depan penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yakni melihat pada peristiwa konkret kebebasan berpendapat dan berekspresi itu kontennya bukan penghinaan. Jadi lebih melihat pada konteks peristiwanya. Apalagi Wamenkumham Prof Eddy OS Hiariej sudah menjelaskan delik UU ITE masuk RUU KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dihapus. “Ini kabar yang menggembirakan, sehingga tidak ada lagi polemik UU ITE terkait konten penghinaan,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait