Hakim Agung Sudrajat Dimyati Dkk Tersangka, Perlu Evaluasi Sistem Rekrutmen dan Pengawasan
Terbaru

Hakim Agung Sudrajat Dimyati Dkk Tersangka, Perlu Evaluasi Sistem Rekrutmen dan Pengawasan

Evaluasi mulai dari tahap seleksi hingga uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung. Kasus tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti berupa uang hasil gelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait perkara suap penanganan perkara di MA. Foto: RES
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti berupa uang hasil gelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait perkara suap penanganan perkara di MA. Foto: RES

‘Bermain-main’ dalam penanganan perkara masih saja terjadi, padahal sudah banyak personil aparat penegak hukum yang tersandung dan berujung di balik jeruji besi. Kali ini, Hakim Agung berinisial SD yang belakangan diketahui bernama Sudrajat Dimyati dan beberapa panitera perdata Mahkamah Agung (MA) tersandung kasus dugaan korupsi (suap) dalam penanganan perkara. Dimyati dan sejumlah panitera perdata serta pemberi suap pu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai penetapan tersangka terhadap sejumlah personil MA menambah corengan wajah lembaga peradilan. Sebab, dugaan suap dalam penanganan perkara di MA itu sebagai Tindakan yang sangat menyimpang dan menjadi preseden buruk untuk kesekian kalinya dalam dunia peradilan.

“Kualitas penegak hukum di Indonesia yang seharusnya berdasarkan pada kebenaran dan bukti, tetapi ini dicemari dengan suap dan adanya mafia peradilan,” ujarnya melalui keterangannya kepada Hukumonline, Jum’at (23/9/2022).

Baca Juga:

Bagi Azmi, kasus yang menyandung Dimyati dan sejumlah personil pegawai MA menjadi potret realitas perilaku oknum penegak hukum di lembaga peradilan yang masih bobrok. Padahal, selama ini harapan besar publik terhadap insan lembaga peradilan menjadi pilar keadilan bagi masyarakat.  Siapapun pelakunya, kata Azmi, tak memiliki budaya malu sebagai aparatur penegak hukum di lembaga peradilan.

“Mengaku penegak hukum, namun tanpa moral dan menggeser hukum menjadi ‘permainan’ yang menurunkan fungsi dan tujuan hukum sebagai alat kepuasan untuk diri sendiri dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum,” katanya.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) menilai peristiwa tersebut menambah menurunnya kredibilitas MA yang belum berhasil membina hakim dan aparatur peradilan dengan baik dan benar. Karenanya, diperlukan instropeksi dan evaluasi MA secara menyeluruh terkait sistem rekrutmen mulai dari seleksi calon hakim agung hingga uji kelayakan di DPR.

Tags:

Berita Terkait