Hakim Konstitusi Ini Bicara Putusan MK Soal Perluasan Penyidik TPPU
Terbaru

Hakim Konstitusi Ini Bicara Putusan MK Soal Perluasan Penyidik TPPU

MK melihat Penjelasan Pasal 74 UU TPPU itu memang harus diselaraskan dengan norma pokoknya agar tidak bertentangan dengan konstitusi.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), khususnya bagian penjelasan terdapat ketidaksinkronan antara semangat yang ada di norma batang tubuh dengan norma pokoknya. Hal itu dikatakan Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam Lokakarya dan Kelompok Kerja mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pemulihan Aset, Kamis, (27/1/2022) lalu, di Denpasar.

“Kalau norma pokok semangatnya pada esensinya tidak membatasi yang dimaksud penyidik asal itu siapa? Namun pada penjelasan kemudian membatasi hanya pada enam institusi yang kemudian diberi amanat bisa melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang pada saat menemukan tindak pidana asal,” ujar Suhartoyo seperti dikutip laman MK.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Bareskrim Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan Tinggi Bali, dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur,

Menurut Suhartoyo, ketika MK melihat pasal tersebut, pilihannya tidak terbatas pada UU TPPU, tetapi juga melihat dari bagaimana sebuah norma dibentuk dengan tidak saling bertentangan baik dengan dengan penjelasan maupun dengan norma lainnya. Karena itu, MK sebagai pengawal konstitusi berpandangan norma tersebut harus diubah agar tidak bertentangan dengan konstitusi.

“MK sebagai pengawal konstitusi termasuk bagaimana mewujudkan sebuah undang-undang agar tidak menimbulkan pertentangan, ketidakpastian hukum, ketidakadilan, tidak membuat diskriminasi. Karena itu, MK melihat Penjelasan Pasal 74 itu memang harus diselaraskan dengan norma pokoknya,” kata Suhartoyo. (Baca Juga: Putusan MK Jadi Momentum Penguatan Penyidikan TPPU)

Dengan pertimbangan itu, MK memutus jika sebelumnya pada penjelasan penyidik TPPU hanya dibatasi pada Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, serta Kepolisian diperluas menjadi melekat pada penyidik yang menemukan tindak pidana asal itu (PPNS, red). Namun demikian, ada catatan tidak boleh meninggalkan karakter dasarnya harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian untuk mengkoordinir dan mengawasi penyidikan.

Lebih lanjut Suhartoyo menjelaskan pertimbangan yang sangat penting dalam perkara tersebut adalah penyidik asal yang lebih memahami tindak pidana asal (tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, lingkungan, kehutanan, red) yang ditemukan. Dikatakan Suhartoyo, pengujian Pasal 74 TPPU yang telah diperiksa, diputus oleh MK bagi kejaksaan yang menerima pelimpahan perkara TPPU yang dilakukan penyidik tindak pidana asal harus menggandeng kepolisian.

Suhartoyo mengungkapkan TPPU tidak dapat diproses jika tidak ada wujudnya, hanya berdasar informasi-informasi. Berdasar pengalamannya, Suhartoyo mengungkapkan, kepolisian menolak perkara TPPU karena tidak ada bukti walaupun banyak berita yang beredar.

Menurutnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ada di sejumlah institusi memang harus ditingkatkan kemampuannya karena ada kondisi baru dari TPPU yang memiliki karakter khusus. Dalam penyidikan ada teknik-teknik khusus yang dimiliki penyidik kepolisian karena proses penyidikan tidak hanya di belakang meja, termasuk dalam konteks mengumpulkan alat bukti dan menemukan tersangka. Apalagi TPPU biasanya kolaboratif dan lintas negara.

Dia menjelaskan putusan MK berlaku sejak usai diucapkan dalam sidang pengucapan putusan, termasuk putusan mengenai Penyidik PNS yang menemukan tindak pidana asal dalam Pengujian UU TPPU. Suhartoyo berpesan menjadi jaksa ataupun penyidik TPPU harus memiliki greget yang lebih dalam menjalankan tugasnya. "Jika tidak memiliki greget dan hanya selalu penuh kelonggaran lebih baik menjadi jaksa atau penyidik umum saja." 

Sebelumnya, MK telah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 74 UU TPPU. Putusan dengan Nomor 15/PUU-XIX/2021 tersebut menyatakan frasa “penyidik pidana asal” dalam Pasal 74 UU TPPU memberikan pengertian dalam arti yang luas yaitu termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Putusan MK memberi kewenangan bagi PPNS guna menyidik tindak pidana asal sekaligus penyidikan TPPU. Aturan sebelumnya, kewenangan penyidikan tersebut dibatasi pada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

“Menyatakan Penjelasan Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sepanjang kalimat ‘Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan’,” demikian bunyi amar Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021.

Tags:

Berita Terkait