Tapi lebih kepada posisi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai salah seorang Menteri di kabinet Presiden Joko Widodo. Di mana Luhut mendapat banyak kepercayaan dari Presiden untuk menduduki atau mengurus hal-hal tertentu di bidang pemerintahan maupun kedaruratan seperti masa Covid-19 ketika merebak di Indonesia.Majelis hakim menilai frasa “Lord” pada saksi Luhut Binsar Pandjaitan bukan dimaksudkan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik.
“Karena kata Lord bukanlah kata yang menggambarkan kondisi buruk atau jelak atau hinaan atas keadaan fisik atau psikis seseorang, tetapi merujuk pada suatu status atau posisi seseorang yang berhubungan dengan kedudukannya,” ujar hakim Muhammad Djohan.
Pertimbangan serupa juga diberikan majelis untuk kalimat ‘Jadi Penjahat Juga Kita’ yang disebut Fatia dalam podcast. Kalimat itu dilontarkan dalam konteks perbincangan antara Haris dan Fatia terkait bisnis pertambangan yang melibatkan 3 perusahaan yaitu PT Aneka Tambang (Antam), PT Freeport Indonesia (FI), dan PT Toba Sejahtera, di mana Haris ‘mengajak’ Fatia untuk mengambil alih berbagai perusahaan yang terlibat bisnis pertambangan itu. Kemudian Fatia menimpali dengan kalimat ‘Jadi penjahat juga kita’ sebagai suatu selorohan.
Mengingat kalimat yang diucapkan fatia itu dalam konteks pembicaraan dengan Haris terkait 3 perusahaan yang berbisnis pertambangan itu, tidak menunjuk pada Luhut Binsar Pandjaitan karena keterkaitan Luhut hanya terhadap Toba Sejahtera Grup, tidak terkait PT Antam dan PT FI.
“Sehingga menurut hemat majelis hakim perkataan Fatia tidak ditujukan kepada saksi Luhut tapi ajakan Haris Azhar untuk mengambil alih perusahaan,” imbuh hakim Muhammad Djohan.
Soal kalimat ‘Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini’, sebagaimana disebut Fatia dalam podcast, majelis mengatakan hal itu merujuk hasil kajian cepat halaman 17-18 yang menyatakan Toba Sejahtera Grup milik Luhut Binsar Pandjaitan memiliki aliansi usaha bisnis pertambangan di Darewo Project dengan West Wits Mining.
Dalam persidangan, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui sebagai pemegang saham di PT Toba Sejahtera, tapi bukan pemegang saham di PT Tobacom Del Mandiri selaku anak perusahaan PT Toba Sejahtera. Sejak menjabat di pemerintahan Luhut mempercayakan itu kepada Nana selaku CEO profesional untuk mengelola perusahaan miliknya.
“Menimbang adanya hak kepemilikan saham saksi Luhut pada PT Toba Sejahtera maka secara mutatis mutandis PT Toba Sejahtera mendapatkan benefit atas usaha PT Tobacom Del Mandiri sebagai anak perusahaannya, dan secara tidak langsung saksi Luhut mendapat Beneficiary Owner dari usaha PT Tobacom Del Mandiri,” tegas anggota majelis Muhammad Djohan.
Mengacu pertimbangan itu, majelis menyatakan pernyataan Fatia yang berbunyi ‘Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di papua hari ini’ adalah hal yang tidak dapat diingkari. Sebab terbukti PT Tobacom Del Mandiri sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtera yang 99 persen sahamnya dimiliki Luhut Binsar Pandjaitan memiliki ikatan bisnis dengan West Wits Mining untuk bisnis pertambangan di Papua.
Alhasil merujuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri No.229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2016, majelis berpendapat perbincangan Haris dan Fatia serta Owi bukan termasuk kategori penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sebab yang dikemukakan dalam video podcast itu merupakan telaahan, komentar, analisa, pendapat, dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan koalisi masyarakat sipil.