Hakim Pidana Harus Bisa Menggali Hukum Adat
Berita

Hakim Pidana Harus Bisa Menggali Hukum Adat

Pasca revisi KUHP, hakim harus rajin belajar hukum adat, bukan lagi sibuk bermain golf.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita justru mendukung langkah ini. Ia menjelaskan bahwa delik adat atau hukum adat yang tersebar di nusantara adalah kekayaan Indonesia yang luar biasa. Ia menceritakan sebuah kisah seorang Australia yang meneliti hukum di Padang. Lalu, menemukan konsep yang dikenal restorativejustice.

“Kesannya istilah restorativejusticeitu keren, padahal itu sudah ada di dalam hukum-hukum adat di Indonesia. Ini kekayaan kita,” tegasnya.

Romli mengatakan banyak nilai-nilai yang terkandung dalam hukum adat Indonesia yang bisa memulihkan hubungan antara (keluarga) korban dan (keluarga) pelaku. “Hukum adat itu kadang-kadang bisa menghilangkan dendam di antara mereka,” ujarnya sembari menilai konsep ini cocok untuk hukum pidana.

Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Wahiduddin Adams mengatakan kebijakan mengakomodir hukum adat ke dalam sistem hukum Indonesia sebenarnya bukan barang baru. “Itu kebijakan yang terus dilakukan sejak 20 tahun lalu. Bahkan, dulu dalam GBHN disebutkan bahwa hukum adat dianggap sebagai tingkat kesadaraan hukum masyarakat,” ujarnya. Dalam tim penyusun revisi KUHP pernah ada seorang ahli pidana adat, yakni Nyoman Serikat Putra Jaya.

Lebih lanjut, Wahiduddin menyatakan setidaknya ada empatprinsip yang akan dikedepankan dalam membahas revisi KUHP. Yakni, prinsip dekolonisasi, demokratisasi, konsolidasi dan harmonisasi. “Dalam kerangka ini, kajian-kajian hukum adat ini akan dilakukan,” ujarnya. 

Tags: