Hanya Hasilkan 4 RUU, Kinerja Legislasi DPR Disebut ‘Kemalasan Terlembaga'
Berita

Hanya Hasilkan 4 RUU, Kinerja Legislasi DPR Disebut ‘Kemalasan Terlembaga'

Hingga Juli, tercatat DPR hanya mampu merampungkan 4 RUU prioritas Prolegnas 2018. Selanjutnya, Presiden mengirimkan surat agar pembahasan RUU Sumber Daya Air dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat segera dilakukan pembahasan dengan menunjuk menteri terkait sebagai perwakilan pemerintah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

“Nafsu besar, tenaga kurang.” Pepatah itu sepertinya layak disematkan bagi lembaga DPR. Sebab, sebanyak 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, hingga di masa persidangan V dibuka sejak 16 Mei lalu hingga 26 Juli hanya mampu merampungkan 3 RUU Prolegnas dan 2 RUU kumulatif terbuka. Hal tersebut tentu menuai kritikan. DPR pun mengakui belum mampu memenuhi target Prolegnas.

 

“Banyaknya Rancangan Undang-undang yang tidak kunjung selesai selama berkali-kali masa sidang, bahkan ada yang sudah tahunan,” ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat (27/7/2018).

 

Persoalan ini tentu menjadi perhatian pimpinan DPR agar dapat segera merampungkan pembahasan berbagai RUU di masing-masing alat kelengkapan. Meski masih jauh dari target, setidaknya DPR sudah dapat menyelesaikan 3 RUU Prolegnas 2018 di masa persidangan V di tahun sidang 2017-2018.  

 

Pertama, kata Bambang, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Menurutnya selama dua tahun menuai perdebatan publik maupun dalam pembahasan di Panja.

 

Pria biasa disapa Bamsoet itu melanjutkan persoalan krusial seputar pendefinisian terorisme, soal kelembagaan, dan pelibatan pihak lain yang terkait (TNI). Perlindungan hak asasi manusia korban pun mendapat perhatian yang besar. UU ini tidak hanya mengatur soal penindakan, tetapi juga masalah pencegahan. Baca Juga: Akhirnya DP Setujui RUU Anti Terorisme Jadi UU

 

Kedua, RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan. Menurut Bamsoet pengesahan UU tersebut merupakan komitmen Indonesia dalam upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Hal tersebut menjadi amanah International Health Regulations (IHR) Tahun 2005.

 

Dengan undang-undang ini, Bamsoet yakin upaya cegah tangkal terhadap penyebaran penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah dan permasalahan kesehatan yang terjadi di pintu masuk wilayah Indonesia dapat dilakukan lebih optimal. Keberadaan pengaturan cegah tangkal terhadap penyebaran penyakit menjadi bagian melindungi masyarakat. Baca Juga: Ini Poin-Poin RUU Kekarantinaan Kesehatan yang Disetujui Jadi UU

Tags:

Berita Terkait