Harapan Ketua MA Terkait Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup
Utama

Harapan Ketua MA Terkait Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup

Agar hakim punya pengetahuan dan pemahaman yang mumpuni untuk menangani perkara lingkungan hidup.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Selain sertifikasi hakim lingkungan hidup, Syarifuddin mengatakan alternatif lain yang bisa dilakukan untuk menangani kasus lingkungan hidup antara lain membentuk hakim ad hoc lingkungan hidup. Tapi hakim ad hoc hanya menangani perkara khusus yang menjadi bidangnya, sehingga tidak bisa menangani perkara lainnya. Oleh karena itu, Syarifuddin lebih memilih sertifikasi hakim ketimbang hakim ad hoc lingkungan hidup.

Syarifuddin menjelaskan memilih hakim termasuk hakim ad hoc tidak mudah, tantangannya tak hanya pengetahuan yang dimiliki, tapi juga integritas. Godaan terhadap hakim lebih besar karena setiap hari tugasnya memutus banyak perkara. Tergolong sulit untuk mencari calon hakim yang berintegritas. “Misalnya seleksi calon hakim 200 orang, tapi yang diterima paling 10 orang, sementara ada ratusan satuan kerja yang harus diisi (oleh hakim bersertifikat lingkungan hidup, red),” bebernya.

Putusan pengadilan berdampak penting terhadap perkembangan hukum lingkungan hidup. Sertifikat lingkungan hidup yang dikantongi hakim diharapkan bisa mendorong kualitas putusan tersebut. Syarifuddin mengatakan salah satu putusan penting berkaitan dengan lingkungan hidup adalah putusan yang terbit Oktober 2022 dimana dalam pertimbangan putusan mengangkat isu perubahan iklim.

Untuk menghasilkan putusan yang berkualitas dan memberi keadilan bagi para pihak dan lingkungan hidup, Syarifuddin mengatakan lembaga peradilan butuh dukungan banyak pihak. Misalnya, idealnya butuh peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang progresif dan komprehensif, sehingga bisa digunakan hakim sebagai pedoman memutus perkara. Setelah terbit putusan, pengadilan butuh dukungan dari pemerintah terutama dalam hal melaksanakan putusan seperti pemulihan lingkungan hidup.

Perluasan wawasan hakim

Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo G Sembiring mengatakan putusan pengadilan berdampak terhadap pembaruan hukum lingkungan. Misalnya gugatan Walhi terhadap 5 institusi pemerintah dan PT Inti Indorayon Utama di PN Jakarta Pusat tahun 1988. Dalam perkara itu majelis hakim menerima legal standing Walhi. Putusan tersebut kemudian diadopsi dalam berbagai regulasi yakni memasukan legal standing organisasi lingkungan hidup.

“Ini merupakan bentuk pembaruan hukum yang lahir dari pertimbangan putusan hakim dan diadopsi dalam UU Lingkungan Hidup,” kata dia.

CEO IOJI, pendiri ICEL sekaligus pengajar hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mas Achmad Santosa, mengatakan hukum lingkungan hidup ke depan harus diarahkan pada integrasi antara manusia dan lingkungan, sehingga keduanya menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Penting juga menjaga kemandirian dan profesionalisme hakim, serta konstitusi dan legislasi lingkungan hidup yang kuat.

Hakim juga perlu memahami tren dan isu lingkungan hidup yang berkembang di ranah nasional dan global. Sehingga mampu menangani perkara lingkungan hidup dengan baik. Akses terhadap literatur dan referensi serta putusan pengadilan lingkungan hidup yang relevan dari berbagai negara juga penting untuk dipelajari hakim. “Perlu penguatan perluasan wawasan hakim terhadap lingkungan hidup,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait