Hari Konsumen Nasional dan Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen
Terbaru

Hari Konsumen Nasional dan Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen

Revisi ini perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce, dalam penyelesaian sengketa. Sebagai pihak ketiga, platform e-commerce sesungguhnya memiliki peran penting dalam menengahi sengketa dan memfasilitasi ganti rugi antara konsumen dengan penjual.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Setiap 20 April diperingati Hari Konsumen Nasional. Dalam kondisi tersebut, revisi Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat. Perlindungan konsumen adalah aspek yang sangat penting dan kompleks, yang sudah menjadi tantangan jauh sebelum transformasi digital dijadikan strategi prioritas negara.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengungkapkan kerangka peraturan di tingkat kawasan secara berkala diperbarui oleh ASEAN. Kesadaran atas disrupsi perekonomian yang diakibatkan transformasi digital, terutama terkait pola perdagangan, telah mendorong pembaharuan kerangka regulasi dan prinsip-prinsip perlindungan konsumen agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan risiko-risikonya yang mengancam hak-hak konsumen.

“Sayangnya, pemerintah Indonesia masih belum merevisi UU Perlindungan Konsumen tahun 1999. Padahal kapasitas UU ini dalam menjamin hak-hak konsumen masih terbatas,” ungkap Pingkan, Rabu (20/4). 

Baca:

Revisi ini perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce, dalam penyelesaian sengketa.  Sebagai pihak ketiga, platform e-commerce sesungguhnya memiliki peran penting dalam menengahi sengketa dan memfasilitasi ganti rugi antara konsumen dengan penjual.

Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam UU PK, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan. UU menyebutkan ganti rugi dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sementara Peraturan Pemerintah Perdagangan Melalui Sistem Elektronik menyebutkan harus melalui Kementerian Perdagangan.

“Revisi diperlukan agar konsumen tidak bingung, sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait