Hasil Survei PSI Modal Kejagung Lebih Produktif Berantas Korupsi
Terbaru

Hasil Survei PSI Modal Kejagung Lebih Produktif Berantas Korupsi

Jaksa Agung menerbitkan instruksi berisi tujuh poin bagi Kajati di seluruh Indonesia dalam rangka mendorong kinerja Kejaksaan agar semakin meningkat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana. Foto: Istimewa
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana. Foto: Istimewa

Panel Survei Indonesia (PSI) melakukan survei terkait pemberantasan korupsi sebagai bagian dalam menilai kinerja instansi penegak hukum. Hasilnya menunjukkan sebanyak 87,7 persen puas terhadap kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemberantasan korupsi. Sementara sebanyak 73,8 persen puas dengan kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi, sebanyak 67,2 persen puas dengan institsi pengadilan, dan 53,7 persen puas dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Al-Azhar Indonesia (FH UAI) Prof Suparji Ahmad berpandangan kinerja Kejaksaan Agung dalam belakangan terakhir memang mengalami banyak kemajuan dalam menangani sejumlah kasus korupsi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Apalagi dengan adanya hasil survei PSI menjadi bukti kinerja korps adhyaksa cukup signifikan dalam pemberantasan korupsi.

Suparji mengapresiasi kinerja Kejagung terkait penegakan hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi. Menurutnya, hasil PSI dalam opini masyarakat tergambar hanya 40,6 persen responden saja yang puas dengan kinerja pemberantasan korupsi di era Presiden Jokowi dan sebanyak 52,7 persen tidak puas dan selebihnya 6,7 persen tidak menjawab. 

Tapi, opini publik dalam menilai kinerja institusi penegak hukum dalam melakukan pemberantasan Korupsi, kinerja Kejagung mendapat nilai yang memuaskan bagi masyarakat, sebesar 87,7 persen dibanding instansi penegak hukum lainnya. Baginya, hasil survei tersebut dapat menjadi modal sosial bagi Kejagung ke depannya agar lebih profesional dan transparan dalam mengungkap kasus-kasus yang sedang ditanganinya. 

“Hasil survei PSI menjadi modal sosial Kejagung untuk lebih produktif,” ujarnya melalui keterangannya, Jum’at (16/9/2022).

Dia meminta penuntasan penanganan perkara garam impor yang sedang ditangani Korps Adhyaksa. Sebab ditengarai ada indikasi kebocoran garam impor industri, dimana kuota impor garam ditetapkan melebihi kebutuhan. Selain itu, terdapat beberapa importir garam mengemas garam impor untuk industri tersebut menjadi garam konsumsi dipasarkan di dalam negeri dengan harga lebih murah dari garam konsumsi produksi dalam negeri.  

Prof Suparji menilai perbuatan menetapkan kuota impor garam melebihi kebutuhan dan menjual garam impor untuk konsumsi, mengakibatkan kerugian perekonomian negara yaitu terganggunya UMKM dan perusahaan garam dalam negeri. Selain itu, mengganggu perlindungan petani garam. Sebab itulah Prof Suparji mengharapkan kinerja Kejagung ke depan lebih baik. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait