Hasilkan 15 UU, Kualitas Legislasi Dinilai Masih Lemah
Berita

Hasilkan 15 UU, Kualitas Legislasi Dinilai Masih Lemah

Sebanyak lima belas RUU berhasil dirampungkan dan disahkan menjadi UU. Sementara RUU yang sudah masuk dalam tahap pembahasan tingkat pertama diusulkan bakal di-carry over oleh DPR dan pemerintahan berikutnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

DPR periode 2014-2019 hanya berhasil menyelesaikan mengesahkan 15 RUU menjadi UU. DPR sendiri menyadari kinerja legislasi masih jauh dari yang ditargetkan karena Prolegnas Prioritas 2019 menetapkan 54 RUU. Artinya, penyelesaian RUU tidak mencapai sepertiga dari jumlah RUU yang terdaftar dalam Prolegnas Prioritas 2019.

 

“Menjelang akhir masa bhakti DPR pada masa persidangan I tahun 2019, dewan berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan pembahasan berbagai RUU untuk disetujui bersama pemerintah,” ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam rapat penutupan masa bhakti keanggotaan DPR Periode 2014-2019 di Komplek Gedung DPR, Senin (30/9/2019).

 

Bambang mengakui pembahasan RUU dalam Prolegnas setiap tahun sulit untuk dapat mencapai target. Banyak kendala yang kerap ditemui, sehingga proses pembahasan tidak berjalan mulus. Kendala ini tak hanya DPR, tetapi juga pemerintah, seperti ketiadaan kata sepakat diantara beberapa institusi di internal pemerintahan.

 

Dia merinci beberapa kendala yang dimaksud. Pertama, penentuan target prioritas tahunan yang terlampau tinggi tanpa sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas (SDM) dan ketersediaan waktu pembahasan. Kedua, lemahnya parameter yang digunakan untuk  menentukan RUU yang bakal dimasukan dalam daftar Prolegnas.

 

Ketiga, penyelesaian pembahasan seringkali menemui jalan buntu atau dead lock, Khususnya terhadap materi muatan tertentu akibat adanya ketidaksepahaman atau ketidaksepakatan antara pemerintah dengan DPR, maupun internal pemerintah sendiri. “Namun, berbagai perbaikan terus dilakukan berkaitan proses legislasi, struktur, dan mekanismenya,” ujarnya. Baca Juga: DPR Minta Keseriusan Pemerintah Rampungkan Setengah Jumlah Prolegnas

 

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menyebutkan ada 15 RUU dalam Prolegnas 2019 yang berhasil disahkan menjadi UU. Namun perlu dicatat, ada 3 RUU yang semula tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2019 pun ikut disahkan menjadi UU yakni, Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK; Revisi UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; dan Revisi UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

 

No

Nama RUU yang disahkan menjadi UU

1

RUU tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan

2

RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah

3

RUU tentang Serah Simpan Karya Cetak, Karya Rekam dan Karya Elektronik

4

RUU tentang Kebidanan

5

RUU tentang Sumber Daya Air

6

RUU tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

7

RUU tentang Ekonomi Kreatif

8

RUU tentang Pekerja Sosial

9

RUU tentang Pesantren

10

Revisi UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

11

Revisi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan

12

RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Pertahanan Negara

13

Revisi Ketiga UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3)

14

RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan

15

Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

 

RUU yang sudah masuk tahap pengambilan keputusan tingkat pertama dan siap disahkan dalam paripurna diputuskan ditunda akibat desakan masyarakat dan mahasiswa yang meminta sejumlah RUU ditunda pengesahannya dalam sepekan terakhir. Seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP); Revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan.

 

Sementara RUU yang sudah masuk pembahasan tingkat pertama seperti RUU tentang Pertanahan; RUU tentang Daerah Kepulauan; RUU tentang Kewirausahaan Nasional; RUU tentang Desain Industri. Kemudian, RUU tentang Bea Materai; RUU Penghapusan Kekerasan Seksual; RUU Larangan Minuman Beralkohol; RUU Pertembakauan; RUU Perkoperasian dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan bakal kembali dibahas DPR dan pemerintahan periode berikutnya. 

 

“Dewan berharap sejumlah RUU yang tidak dapat diselesaikan tersebut dapat dibahas pada masa keanggotaan DPR periode mendatang, mengingat mekanisme carry over sudah ada landasan hukumnya.”

 

Lemahnya kualitas legislasi

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menilai capaian RUU Prolegnas kerap dibantu oleh kebiasaan DPR mengulang revisi UU yang “langganan” untuk direvisi. Seperti Revisi UU 17/2014 (UU MD3) sebanyak 3 kali. Begitu pula UU Pilkada dan UU Pemerintah Daerah direvisi sebanyak 2 kali.

 

Menurut Lucius, kinerja legislasi dari tahun ke tahun tak pernah mengalami peningkatan dalam hal merampungkan pembahasan sejumlah RUU dalam daftar Prolegnas. Misalnya, periode 2015-2018, DPR hanya mengesahkan tak lebih dari 20 RUU yang disahkan menjadi UU. Berbeda di 2019, sistem kebut pembahasan dilakukan di penghujung masa periode berakhirnya DPR.

 

Lucius melihat kebiasaan mengulang revisi pada periode DPR dan pemerintahan yang sama membuktikan lemahnya kualitas produk legislasi di DPR. Hal ini disebabkan pembahasan beberapa RUU tanpa melalui prosedur standar, tanpa alasan pendukung mendasar atau urgensi RUU tersebut. “Ini membongkar borok DPR yang melahirkan UU tak berkualitas karena cenderung mengakomodasi keinginan elit, bukan kebutuhan (kepentingan) rakyat,” kata dia.

 

Menurutnya, selama ini kepentingan mendasar sejumlah RUU dihadirkan secara dadakan di penghujung periode DPR. Hal ini dapat disimpulkan hanya untuk mencapai misi bersama para elit politik. Terlebih, pembahasan sejumlah RUU secara kilat bisa selesai yang tak direncanakan di akhir periode didorong karena kebutuhan elit dalam melakukan transaksi dan bargaining politik.

 

Sementara, kata Lucius, partisipasi publik secara sadar diabaikan demi memuluskan permufakatan meloloskan RUU menjadi UU. Padahal, pengabaian terhadap masukan dan partisipasi publik melawan prinsip demokrasi dan konstitusi. “Wajar saja, UU yang dihasilkan cenderung tidak berkualitas,” katanya.

Tags: