Heboh Materai, DJP Singgung Bukti Fotokopi di Pengadilan
Berita

Heboh Materai, DJP Singgung Bukti Fotokopi di Pengadilan

Tergantung pada revisi UU Bea Materai.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Dikecam sana sini, Direktorat Jenderal Pajak akhirnya ‘menunda’ kenaikan tarif bea materai. Namun bukan berarti rencana kenaikan itu dihapuskan sama sekali.

Agar payung hukumnya kuat, Ditjen Pajak mengusulkan perubahan UU Bea Materai. Dirjen Pajak Sigit Pramudito menjelaskan rapat Paripurna DPR 23 Juni lalu sudah menyetujui untuk memasukkan revisi itu ke dalam Program Legislasi Nasional.

Jalan panjang legislative review ini ditempuh setelah rencana kenaikan tarif bea materai mencuat ke permukaan. Bea 3.000 akan dihapuskan. Tarif baru akan berdasarkan nilai transaksi. Begitu menjadi kontroversi, Ditjen Pajak mengklarifikasi. “Tidak ada kenaikan tarif bea materai. Tetapi 3000 dan 6000 rupiah seperti yang berlaku saat ini,” jelas Sigit, Rabu (01/7) kemarin.

Rencana kenaikan itu memang menuai kritik, termasuk dari anggota  Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Muharram, menyebut rencana kenaikan tarif bea materai itu kontraproduktif dan akan semakin membebani masyarakat. “Kebijakan kenaikan dan memperluas bea materai ini adalah cerminan dari strategi fiskal pemerintah yang kontraprodutif dan akan membebani masyarakat,” ujarnya.

Di tengah kecaman itu terbersit pernyataan Irawan. Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak ini menyatakan revisi UU Bea Materai akan memasukkan beberapa hal baru. Salah satunya adalah semua dokumen dalam bentuk softcopy (salinan) yang digunakan untuk pembuktian di pengadilan. Dokumen-dokumen salinan itu, kata Irawan, akan ‘wajib dimateraikan’.

Berdasarkan informasi dari sejumlah pengacara yang biasa praktek di pengadilan, sebenarnya penggunaan materai untuk pembuktian itu sudah lazim. Untuk pengesahan salinan dokumen bukti, para pihak membuat meterai yang kemudian diberi cap di kantor pos. Cuma, Irawan menegaskan akan diwajibkan.

Selain itu, jelas Irawan, dokumen-dokumen yang bersifat perdata akan kena bea materai. Sebaliknya, struk belanja—seperti diributkan selama ini—tidak termasuk yang akan kena tarif bea materai.
Tags:

Berita Terkait