Hentikan Perampasan Tanah Adat, LBH Papua Desak 4 Aturan Ini Ditegakkan
Utama

Hentikan Perampasan Tanah Adat, LBH Papua Desak 4 Aturan Ini Ditegakkan

Pasal 18B UUD Tahun 1945, Pasal 385 KUHP, Pasal 3 dan Pasal 5 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, serta Pasal 43 UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Policy and Advocacy Manager EcoNusa, Cindy Junicke Simangunsong, mengatakan secara umum MHA di Papua menolak adanya perizinan di tanah adat. Mereka lebih memilih untuk mengelola sendiri tanah adat itu. “Mereka menegaskan jangan ada lagi perusahaan yang merampas tanah adat,” ujarnya.

Menurut Cindy, kebijakan yang ada selama ini tidak berpihak pada MHA. Ketentuan yang melindungi MHA tidak pernah berjalan. Terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga menambah persoalan bagi MHA karena beleid itu tujuannya untuk menjamin kepentingan investasi, bukan MHA. Meskipun ada kebijakan otonomi khusus bagi Papua, tapi Cindy melihat kebijakan yang diterbitkan bersifat top-down, tidak melibatkan MHA.

Cindy menyambut baik kebijakan pemerintah mencabut ribuan izin yang tidak produktif atau lahan konsesinya ditelantarkan. Dia memberi contoh proyek MIFEE yang menargetkan lahan sampai 1,2 juta hektar di Merauke, tapi realisasinya hanya 20 persen dan sisanya berupa kayu tanam. Padahal proyek MIFEE tujuannya untuk ketahanan pangan. Kebijakan itu tidak hanya merugikan masyarakat asli Papua, tapi juga pemerintah.

Begitu juga perkebunan kelapa sawit di Papua Barat yang jumlahnya mencapai 680 ribu hektar, tapi yang ditanam hanya 170 ribu hektar dan yang bayar pajak hanya 17 ribu hektar. “Praktik seperti ini merugikan semua pihak,” kata Cindy.

Tags:

Berita Terkait