Hikmahanto Juwana: Profesor Termuda Ahli Hukum Internasional
Profil

Hikmahanto Juwana: Profesor Termuda Ahli Hukum Internasional

Merasa tertantang untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa ia memang layak memperoleh gelar "The Highest Achievement".

Oleh:
LEO
Bacaan 2 Menit

Meski telah memantapkan diri menjadi dosen, di tahun terakhir kuliahnya, ia berpikir untuk mencicipi praktek hukum guna melengkapi berbagai teori yang diperolehnya. Hikmahanto memilih kantor pengacara OC Kaligis dengan pertimbangan ia merasa perlu untuk belajar berlitigasi dan di situ pasti banyak perkara menarik. Akhirnya, jadilah Hikmahanto magang di kantor pengacara itu.  

Sekitar setahun bekerja di kantor pengacara, Hikmahanto mulai merasa litigasi bukanlah jalan hidupnya. Bahkan, Kaligis menilai ia tak cocok jadi litigator. "Mungkin kau harus jadi dosen," ucap Hikmahanto menirukan ucapan Kaligis. Ia pun memutuskan kembali ke kampus, mengabdikan diri sebagai dosen. Di kampus, ia juga mengurusi berbagai masalah administrasi kampus. Misalnya, bagaimana membuat dan menjawab surat yang baik. Hikmahanto banyak mendapat bimbingan dari Dekan FHUI Prof. Mardjono Reksodiputro.  

Tahun 1989, Hikmahanto memperoleh beasiswa untuk gelar master di bidang hukum dari Keio University di Jepang. Berbeda dengan gelar master di Amerika yang bisa diperoleh dalam waktu satu tahun, di Jepang ia harus berjuang selama tiga tahun. Di Negeri Sakura, ia harus menyisihkan satu tahun untuk belajar bahasa Jepang terlebih dahulu. 

Saat menyusun tesis di Jepang, Hikmahanto mulai berpikir-pikir untuk segera mengambil gelar doktor. "Sebagai seorang dosen, gelar doktor itu ibarat paspor untuk berkiprah di luar negeri," tuturnya. Meski masih dalam proses menyiapkan tesis, jadilah ia mulai mengadakan riset kecil-kecilan dan mengumpulkan bahan dari sana-sini untuk menuju jenjang S-3.  

Ia merasa berhasil mengefisienkan waktunya di Jepang hingga akhirnya meraih gelar master dari Keio University dengan judul tesis An International Law Perspective of Space Commercialization: Conflict of Interest Between the Developed and Developing States. 

Hikmahanto menyabet gelar doktornya di University of Nottingham pada Desember 1997. Namun, perjalanannya tidak mudah. Ia kehabisan uang kuliah dan memutuskan untuk kembali ke tanah air sebentar untuk magang di kantor pengacara Lubis Ganie Surowidjojo (LGS). Selain untuk mencari tambahan uang kuliah, ia memang berniat mempelajari hukum korporasi, satu bidang yang belum pernah ia cicipi. Baginya, LGS adalah tempat yang tepat.

Namun, karirnya di LGS antara 1994-1997 juga bukan perkara yang mudah. Hikmahanto mengisahkan betapa pengetahuannya tidak berarti apa-apa ketika mulai bekerja di sana. Bahkan ketika hampir menyandang gelar doktor, ia sempat merasa "minder" bersaing dengan "fresh graduate" yang jauh lebih muda dan lebih dulu bekerja di LGS. "Saya bilang sama istri saya bahwa saya tidak cocok bekerja di sana. Lantas, saya bikin surat pengunduran diri. Tapi besoknya, surat tersebut tidak saya serahkan," kisahnya. 

Tags: